Skip to main content

Posts

Rapat Permusyawaratan Hakim

Rapat Permusyawaratan Hakim Di dalam UU No. 24 Tahun 2003 hanya terdapat satu ketentuan yang terkait dengan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 menyatakan bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Tidak terdapat penjelasan yang dimaksud dengan RPH tersebut. Ketentuan tentang RPH juga tidak diatur dalam PMK. RPH merupakan salah satu jenis dari sidang pleno, yang sifatnya tertutup. RPH yang membahas perkara bersifat rahasia yang hanya diikuti oleh para hakim konstitusi, panitera, dan panitera pengganti. [1] Di dalam RPH ini dibahas perkembangan suatu perkara, putusan, serta ketetapan yang terkait dengan suatu perkara. Khusus untuk RPH pengambilan putusan perkara, diatur dalam Pasal 45 ayat (4) sampai dengan ayat (10) UU No. 24 Tahun 2003 dan akan dibahas pada bagian putusan dalam bab ini. Pengambilan keputusan tersebut harus memenuhi f orum sekurang-kurangnya 7 orang Hakim diantara 9 Hakim Konstit

Akibat Hukum Putusan MK

Akibat Hukum Putusan MK Sebagaimana putusan peradilan pada umumnya putusan peradilan konstitusi di MK juga mempunyai akibat hukum. Untuk putusan pengujian undang-undang bentuk putusannya adalah declarator constitutief. Artinya putusan MK dapat menciptakan suatu keadaan hukum baru atau meniadakan suatu kedaan hukum. Posisi yang demikian menempatkan MK sebagai negative legislator. Putusan MK mempunyai tiga kekuatan yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. 1.       Kekuatan Mengikat Sebuah putusan pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Para pihak yang telah menyerahkan perkaranya pada pengadilan berarti menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa atau diadili. Konsekuensi yang timbul adalah pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan hakim. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak.

Akibat Hukum Putusan Impeachment

Akibat HukumPutusan Impeachment   Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan tersebut dirumuskan secara berbeda dibanding dengan wewenang yang dirumuskan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Ketentuan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 tersebut terkait dengan ketentuan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Dengan demikian maksud dari frasa “dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar” adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Adanya ketentuan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dalam UUD 1945 pasca perubahan tersebut memunculkan hukum pidana. Menurut Borgna Brunner, pemberhentian pejabat publik di Amerika Serikat melalui dua tahapan, yaitu: (1) pendakw

MAKALAH HADITS QUDSYI DAN HADITS NABAWI

MAKALAH HADITS QUDSYI DAN HADITS NABAWI          I.             PENDAHULUAN Hadis t atau disebut juga dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan, perbuatan, atau taqririyah. Sebagai sumber ajaran islam setelah Alqur’an . Sejarah perjalanan hadis t tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan islamitu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus . Baik hadist Nabawi ataupun hadis Qudsyi maupun Alqur’an ketiganya diterima oleh para sahabat dari Nabi SAW . Dilihat dari satu sudut ini saja, terlihat betapa rasulullahSAW sangat luar biasa, terutama berkaitan dengan kekuatan hafalan dan daya ingatnya. RasulullahSAW dengan sumber-sumber tersebut membina umatnya yang berlatarbelakang suku, adat dan kemampuan yang berbeda-beda, menjadi umat yang kokoh, yang saling menunjang untuk k