Hadits Qauliyah, Fi’liyah dan Taqririyah
1.
Hadits Qauli
Yang dimaksud dengan hadist Qauli, ialah segala bentuk perkataan
atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. dengan kata lain hadist tersebut
berupa perkataan Nabi SAW yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’,
peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah,
syari’ah maupun akhlaq.
Diantara contoh Hadist Qauli adalah hadist tentang do’s Rasulullah
SAW yang ditujukan kepada orang yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan
ilmu. Hadist tersebut berbunyi:
نَضَّرَ
اللّهُ امْراءً سَمِعَ مِنَّاحَدِيْثًا فَحَفِظَةُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَاِنّهُ
رُبَّ حَامِلٍ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍوَرُبَّ حَامِلٍ فِقْهٍ اِ لَى مَنْ هُوَ
اَفْقَهُ مِنْهُ ثَلاَ ثٌ خِصَالٍ
لاَيَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ اَبَدًا اِخْلاَ صُ الْعَمَلِ لِلّهِ
وَمُنَا صَحَةُ وُلاَةِ الاْمرِ وَلُزُوْمُ الْجَمَاعةِ فَاِنَّ دَعْوَتَهُمْ
تُحِيْطُ مِنْ وَرائِهِمْ (رواه احمد).
Artinya: Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang
mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikan kepada orang
lain, karena banyak orang berbicara mengenai fiqih padahal ia bukan ahlinya.
Ada tiga sifat yang karenanya tidak akan timbul rasa dengki dihati seorang
muslim,yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT, menasihati,taat,
patuh kepada pihak penguasa dan seti terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya doa
mereka akan memberikan motivasi dan menjaganya) dari belakang.(HR Ahmad).
Menurut
rangkinya Hadist qauli menmempati urutan pertama dari bentuk-bentuk hadist
lainnya. Urutan ini menunjukkan kualitas hadist qauli menempati kualitas
pertama diats kualitas hadist fi’li dan hadist taqriri
Yang
dimaksud dengan hadist fi’liyah yaitu segala yang disandarkan kepada Nabi SAW
berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadist tentang shalat
diatas kendaraan:
كَا نَ النّبِيُّ ص م عَلَى رَا حِلَتِهِ حَيثُ تَوجَّهَتْ بِهِ (متفق
اليه)
Artinya:
Nabi SAW diatas tunggangannya, kemana saja tunggangnnya itu menghadap. (H.R
Mutafaq ‘alaih, juga at-Turmudzi dan Ahmad Amir bin Rabi’ah)
Kualitas hadist fi’li menduduki
rangking kedua setelah hadist qauli. Untuk mengetahui hadist yang
termasukkatagori ini, diantaranya terdapat kata-kata ka/yakunu, atau raitu/raina.
Yang dimaksud dengan hadist taqririyah yaitu hadist yang berupa
ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para
sahabat Nabi SAW membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh
para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau
mempersalahkannya. Sikap Nabi yang demikian itu
dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil taqriri yang dapat
dijadikan hujjahatau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian
syara’.
Diantara contoh hadist taqriri,ialah sikap rasulullah membiarkan
para sahabat dalam memberikan penafsiran sabdanya tentang salat pada suatu
peperangan, yang berbunyi:
لاَ يُصَلِّيَّنَّ احَدٌ الْعَصْرَ اِلاّ فِي بَنِي قُرَيضَهَ
(روهالبخرى)
Artinya: Janganlah seorangpun shalat ashar kecuali nanti di bani
Quraidhah.(H.R Bukhari)
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat
perintah tersebut, sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat ashar.
Sedangkan segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya
segera menuju bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalananya,
sehingga bisa shalat ashar tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini
dibiarkan oleh Nabi SAW tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.[1]
Contoh lainnya dapat pula dilihat , misalnya pada sebuah hadist
tentang sikap Rasul SAW terhadap jawaban mu’adz bin jalal atas pertanyaan yang
disampaikan kepadanya ketika akan diutus unutuk menyelesaikan perkara dengan Alqur’an, Hadist dan
Ijtihadnya. Pada hadist lain disebutkan juga Rasul membiarkan para sahabat
memakan daging biawak, akan tetapi Nabi sendiri tidak memakan daging tersebut
dan tidak mengharamkannya.(H.R Muttafaqun ‘alaih dari ibnu umar).
[1] Abas mutawali hamadah, al-Sunnah al-Nabawiyah wamakatukha fi al
tasyri’,(Kairo:Dar al-kaumiyah li-altab’ah wa-alnasyi’,1965),hlm.21.22.