MAKALAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konstitusi, sebuah negara dikatan maju apabila
ada sebuah instrument untuk mengatur pengorganisasian negara tersebut. Tentunya
kita sering mendengar kata konstitusi tersebut. Yang jadi persoalan adalah,
apakah kita paham arti konstitusi tersebut? Perkataan “konstitusi” berasal dari
bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata
pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti
susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk
mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara
bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional
Law di Inggris menunjukkan
arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional
Law didasarkan atas alasan
bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan
atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan
besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan
ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah
berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis
mencoba membahas mengenai konstitusi dan amandemen. Diharapkan setelah membaca
dan megkaji makalah ini, kita semua mengerti tentang konstitusi dan bagaimana
mekanisme dalam amandemen sebuah konstitusi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian konstitusi itu?
2.
Apakah pengertian amandemen itu?
3.
Bagaimana mekanisme amandemen dari sebuah
konstitusi itu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konstitusi
1.
Istilah Konstitusi
Sejak
zaman Yunani Purba istilah konstitusi telah dikenal, hanya saja konstitusi
masih diartikan secara materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam
suatu naskah yang tertulis. Ini dapat dibuktikan dengan pendapat Aristoteles
yang membedakan istilah politea dan nomoi. Perbedaan antara dua istilah
tersebut adalah politea memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari nomoi. Ini
dikarenakan politea adalah konstitusi dan nomoi adalah undang-undang biasa yang
berarti politea mempunyai kekuasaan untuk membentuk sedangkan nomoi kekuasaan
tersebut tidak ada. Nomoi hanya merupakan sebuah materi yang harus dibentuk
agar tidak tercerai berai.[1]
Dalam sejarah, Yunani pernah dijajah oleh Romawi. Akibat
dari penjajahan itu, banyak kebudayaan Yunani yang ditiru oleh Romawi, seperti
ajaran tentang polis dan kedaulatan rakyat (Ecclesia) yang dipraktekan di negaranya
sendiri. Namun, dalam prakteknya bangsa Romawi tidak sama dengan Bangsa Yunani.
Mungkin ini dikarenakan keadaan, sifat dan pembawaan Romawi berbeda dengan
Yunani. Dalam sistem yang dipraktekan Romawi, kekuasaan sepenuhnya ditangan
seorang raja (Caesar). Menurut orang Romawi, pada suatu ketika rakyat
menyerahkan kekuasaan terhadap Caesar secara mutlak dan dilatakkan di Lex
Regia.
Pada abad pertengahan konstitusi
telah dikenal namun dengan sebutan yang lain. Dalam abad ini, muncul kaun
monarchomacen, yaitu suatu aliran yang membenci kekuasaan raja secara mutlak.
Untuk mencegah raja berbuat sewenang-wenang maka dilakukan sebuah perjanjian
dengan raja.
2.
Pengertian konstitusi
Sering terjadi kekeliruan dalam
mengartikan konstitusi. Hal ini disebabkan oleh faham kodifikasi yang
menghendaki bahwa semua peraturan harus tertulis, demi mencapai kesatuan,
kesederhanaan dan kepastian hukum. Terlampau besar pengaruh faham kodifikasi
ini maka, semua peraturan hukum harus ditulis dan konstitusi yang ditulis itu
adalah undang-undang dasar.
Dalam
menentukan arti dari konstitusi, kita harus meneliti dan mempertimbanhan
pendapat-pendapat ahli tentang konstitusi itu. Tapi secara garis besar,
pengertian dari konstitusi itu sendiri memiliki makna yang hampir sama.
K.C.Wheare mengemukakan, bahwa konstitusi adalah kumpulan hukum, institusi, dan
adat kebiasaan, yang ditarik dari prinsip-prinsip rasio tertentu yang membentuk
sistem umum, dengan mana masyarakat setuju untuk diperintah.’ Tetapi, sejak
dahulu, orang menganggap adalah tepat atau perlu menuliskan prinsip-prinsip
fundamental yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi pemerintahan mereka yang
akan datang dalam sebuah dokumen.[2]
Dalam
buku yang berjudul “Verfassungislehre” Carl Smith telah membagi konstitusi
dalam empat pengertian. Pengertian yang pertama dibagi dalam empat sub
pengertian dan yang kedua dalam dua sub pengertian, sehingga seluruhnya berjumlah
empat pengertian. Pengertiannya adalah sebagai berikut :
a.
Konstitusi dari arti absolute (Absoluter
Verfassungsbergriff);
b.
Konstitusi dari arti relative (Relativer
Verfassungsbergriff);
c.
Konstitusi dari arti positif (Der positive
Verfassungsbergriff);
a.
Pada pengertian pertama (absolute) terdapat empat sub pengertian yaitu :
1.
Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi
yang nyata yang mencakup semua bangunan hukum dan semua organisasi yang ada
dalam sebuah negara.
2.
Konstitusi sebagai bentuk negara dan yang
dimaksud dengan bentuk negara adalah negara dalam arti keseluruhan (Sein Ganzheit).
3.
Konstitusi sebagai faktor integrasi, faktor
integrasi ini bisa abstrak dan fungsional.
4.
Konstitusi sebagai sistem tertutup dari
norma-norma hukum yang tertinggi di dalam negara.
b.Konstitusi
dalam arti relative dimaksudkan sebagai konstitusi yang dihubungkan dengan
kepentingan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
c.
Konstitusi dalam arti positif mengandung pengertian sebagai keputusan politik
yang tertinggi berhubungan dengan pembuatan undang-undang dasar.
d.
Konstitusi dalam arti ideal karena konstitusi merupakan idaman dari kaum
borjuis liberal sebagai jaminan bagi rakyat agar hak-hak asasinya dilindungi.
Adapun pengertian konstitusi
menurut para ahli lainnya :
a.
Koernimanto soetopawiro
Istilah
konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarati bewrsama dengan dan
statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti
menetapkan secara bersama
b.
Lasalle
Konstitusi
adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti
golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala
negara, angkatan perang, partai politik.
c.
Herman heller
Konstitusi
mempunyai arti luas daripada uud. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi
juga sosiologis dan politis
d.
K. C. Wheare
Konstitusi
adalah keseluruhan sistem ketaatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan
peraturan yang mmbentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara
Pada intinya, konstitusi dapat
diartikan sebagai dasar negara yang berupa aturan hukum baik tertulis maupun
tidak tertulis. Namun, pada dasarnya kebanyakan orang menyetujui bahwa sebuah
konstitusi harus dikodifikasikan sebagai upaya memperlegalkan sebuah konstitusi
itu sendiri.
B.
Pengertian Amandemen
Secara
etimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris: to amend (untuk mengubah)
diartikan sebagai to make better (untuk menjadikan baik), to remove the faults
(untuk menghapus kesalahan). Selanjutnya amandement diartikan sebagai a change
for the better; a correction of error etc (sebuah perubahan yang lebih baik,
koreksi kesalahan dll.
Betapa pun sebuah konstitusi dibuat
dengan teliti dan menurut keadaan yang ada, namun konstitusi hanyalah
undang-undang yang dibuat oleh manusia dan terbatas oleh ruang dan waktu. Oleh
karena itu, setiap konstitusi berpeluang untuk di amandemen. Walaupun ada
konstitusi yang tergolong sangat kaku terhadap perubahan. Akhirnya, faktor yang
paling menentukan dalam sebuah amandemen adalah kekuatan politik.
DAPATKAN FILE LENGKAPNYA DISINI
[1] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara
Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, Jakarta,
1988), hal. 62
[2] K.C.
WHEARE, Konstitusi-Konstitusi Modern,
(Oxford University Press, 1966), hal. 3-4
[3]
Christine S.T., Hukum Tata Negara
Republik Indonesia (Jakarta, 2007), hal. 58