TEORI-TEORI BELAJAR
Psikologi Pendidikan
I.
PENDAHULUAN
Teori belajar dapat dipahami sebagai
prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling
berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses yang
kompleks dari belajar.
Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitivisme, dan
Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi
oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun
tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan
menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang
lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan
pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya.
Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk lebih
jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya paparksn beberapa teori-teori
yang akan digunakan dalam sebuah proses pembelajaran.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang dimaksud
dengan Teori Belajar?
B.
Apasaja Teori-teori
Belajar?
III.
PEMBAHASAN
A.
Teori Belajar
Para
psikologi pendidikan memunculkan istilah teori belajar setelah mereka mengalami
kesulitan ketika akan menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Berawal dari kesulitan tersebut
munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog, sehingga menghasilkan
dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori belajar adalah alat bantu yang
sistematis dalam proses belajar.[1]
Teori-teori
belajar dikalangan psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka
kemukakan hanyalah berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan
belajar berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi
yang mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yang mereka ciptakan itu bisa
digunakan sebagai landasan pola pikir mereka.
B.
Macam-macam Teori
Belajar
1.
Teori Behaviorisme
Behaviorisme
adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan
rasa tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state.
Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi
kesadaran saja.
Menurut
aliran behaviorisme, bahwa:
1)
The image and memories
consist of activites engaged in by the organism. We wake certain responses, we
act and this activities are knnown as images.
2)
Behaviorism in
psikology is merely the name for that type of investigation and theory which
assumes that men’s educational, vocation and social activities can be
completely described or explained as the result of same (and other) forces used
in the natural sciences.
Didalam
behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi,
melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan
memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara
stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada
belajar. Dengan latihan-latihan maka
hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R
Bond Theory.
Keberatan
terhadap teori ini adalah karena teori ini menekankan pada refleks dan
otomatisasi dan melupakan kelakuan yang bertujuan (a purposive behavior).[2]
2. Teori Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning)
ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov
(1849-1936), pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur
penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya
refleks tersebut.[3]
Pavlov
mengadakan percobaan terhadap anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga
terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Dari
hasil percobaannya, sinyal (pertanda memainkan peran yang sangat penting dalam
akdaptasi hewan terhadap
sekitarnya.
Teori
Classical conditioning yang ditemukan pavlov didasarkan pada tiga
proses, yaitu: pertama, penyamarataan (generalization) sebab respon
dikondisikan dengan kehadiran stimulus yang sama melalui keluarnya air liur;
kedua, perbedaan (discimination) untuk merespon apabila ada perangsang
makanan kemulutnya; ketiga, pemadaman (extinction) terjadi ketika
stimulus disajikan berulang-ulang tanpa adanya stimulus berupa makanan.
Kesimpulan
dari percobaan pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai
dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS), cepat atau lambat akan
menimbulkan respon atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner berpendapat bahwa percobaan Pavlov itu tunduk
terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of respondent conditioning
atau hukum pembiasaan dan law of respondent extinction atau
pemusnahan yang dituntut.[4]
Keterangan:
US (Unconditioned Stimulus), UR (Unconditioned Reflex), CS (Conditioned
Stimulus), CR (Conditioned Reflex)
3.
Teori Belajar
Koneksionisme
Prinsip
teori Thorndike adalah belajar asosiasi antara kesan panca indra (sense
impression) dengan implus untuk bertindak (impulse to action).
Asosiasi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya
atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itulah, teory thorndike disebut
Connectionism atau bond psychology.
Awal
eksperimennya menggunakan kucing, ketika eksperimen awal ini berhasil maka ia
melanjutkan pada hewan lainnya. Kucing dibiarkan kelaparan, kemudian ia
dimasukkan kedalam kotak yang sudah dirancang khusus, sehingga jika kucing itu
mnyentuh tombol pintu maka pintu itu akan terbuka dan ia dapat keluar dan
mencapai daging yang dijadikan umpan diluar kandang. Pada usaha pertama ia belum terbiasa memecahkan problemnya,
sampai kemudian berhasil menemukan tombol tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam
usaha pertama agak lama. Percobaan yang sam dilakukan secara berulang-ulang.
Dengan
terlatihnya proses belajar dari kesalahan (trial and error), maka watu
yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu semakin singkat. Teori trial
and error learning mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Adanya motif yang
mendorong akktivitas.
2)
Adanya berbagai respon
terhadap situasi.
3)
Adanya eliminasi
respon-respon yang gagal atau salah.
4)
Adanya kemajuan
reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan.
Menurut
thorndike, dasar proses belajar pada hewan maupun pada manusia adalah sama.
Baik belajar pada hewan maupun manusia, menggacu pada tiga hukumbelajar pokok,
yaitu:
a)
Law of Readiness
adalah reaksi terhadap stimulus yang didukung kesiapan untuk bertindak dan
reaksi itu menjadi memuaskan.
b)
Law of Exercise
ialah hubungan stimulus respon apabila dering digunakan akan semakin kuat
melalui repetitton atau pengulangan
i.
Law of Use:
Hubungan stimulus respon bertambah kuat jika ada latihan.
ii.
Law of Disuse:
Hubungan stimulus respon bertambah lemah jika latihan dihentikan.
c)
Law of Effect ialah menunjukkan kepada makin kuat atau
lemahnya hubungan sebagai akibat dari pada hasil respon yang dilakukan.[5]
4.
Teori Gestalt
Menurut
aliran ini jiwa manusia adalah suatu keseluruhan ynag berstruktur. Suatu keseluruhn
bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan menurut struktur yang telah terbentuk dan salin berinterelasi satu
sama lain.
Teori psikologi gestalt sangat berpengaruh terhadap
tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Tingkah
laku terjadi berkat interaksi antar individu dan lingkungannya.
2. Individu
berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya ganguan terhadap
keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
3. Belajar
mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
4. Belajar
menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan
dirinya.
5. Belajar
dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan
itu.[6]
DAPATKAN FILE LENGKAPNYA
[1] Mahmud, PsikologiPendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2010,
hlm., 72
[2] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara,
2009, hlm., 38-39
[5] Bahrudin, Pedidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta:
Ar-Ruzz media, 2010, hlm., 166-167
[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara,
2009, hlm., 41