I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan
kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan
yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam bentuk
monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari
hal terse but perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga terjadi
kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan.
Dalam prinsip demokrasi ada yang namanya trias politika yaitu
pembagian kekuasaan didalam sebuah pemerintahan untuk mencapai sebuah
kestabilan Negara. Ketiga unsur tersebut adalah Legislatif selaku
pembuat UU, Eksekutif selaku pelaksana UU dan Yudikatif sebagai pengawas
pelaksanaan UU. Konsep yang dibangun Montesquieu itu sebenarnya sangat bagus.
Legislatif sebagai perwakilan rakyat membuat UU yang mana UU itu
hakikatnya adalah kemauan rakyat. Kemudian untuk melaksanakan kemauan rakyat
itu dibutuhkan sebuah panitia agar kemauan rakyat itu bisa berjalan. Fungsi
itulah yang yang dijalankaneksekutif atau yang biasa kita sebut pemerintah
meskipun penamaan pemerintah itu tidak terlalu tepat karena berkesan yang
memerintah, padahal pemerintah itu sebenarnya pelayan rakyat. Untuk mengawasi apabila
pelaksanaan kemauan rakyat dibentuklah yudikatif. Jadi dengan demikian
sesuai prinsip demokrasi dimana vox populi vox dei (suara
rakyat adalah suara Tuhan) maka rakyat benar-benar dimanja dengan trias
politika ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Trias
Politika?
2.
Apa Konsep-Konsep
Trias Politika?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Trias Politika
Kata Trias Politica ini berasala dari bahasa Yunani yaitu Tri yang
artinya tiga, As yang artinya poros atau pusat, dan
politica yang artinya kekuasaan, Jadi Trias Politica itu suatu pusat kekuasaan
yang dibagi menjadi tiga bagian kekuasaan. Tiga bagian kekuasaan yang dipisah
dalam sebuah Negara ini adalah kekuasaan legislative, yudikatif, dan kekuasaan
eksekutif. Konsep dari Trias Politika ini berkembang sekitar abad 17 dan 18 M
yang merupakan suatu gagasan atau ide yang ada di dalam Demokrasi Barat, yaitu
di Negara Eropa. Trias Politika ini sendiri bertujuan agar tidak ada suatu
pelimpahan kekuasaan terhadap orang yang sama sehingga dapat terhindar dari
penyalahgunaan dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Dengan adanya Trias
Politika ini menjadikan terpisahnya 3 bentukan kekuasaan di dalam pemerintahan,
hal tersebut sangat diharapkan agar dapat membuat jalannya pemerintahan Negara
tidak timpang, terhindar dari segala berbagai macam korupsi pemerintahan oleh
satu lembaga, dan akan dapat memuncukan mekanisme check and balances (saling
koreksi, saling mengimbangi). Tetapi Walaupun demikian, berdasarkan dari
kenyataan- kenyataan yang ada, jalannya Trias Politika di setiap negara tidak
selamanya berjalan lancar atau tidak ada halangan dalam setiap pekerjaannya,
karena terkadang hal ini dapat membuat kesalahn-kesalahan juga.
Sekitar abad pertengahan ( kira-kira sekitar tahun 1000-1500 M
), kekuasaan politik ini menjadi bahan perselisihan antara Monarki(raja/ratu),
pimpinan gereja, dan para kaum bangsawan. Seringkali bangsa Eropa dilanda
perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuasaan politik ini.
Sebagai koreksi atas keridakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai
muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang
filsafat politik yang bertujuan melakukan pemisahan kekuasaan.[1]
B.
Konsep-konsep Trias Politika
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak
dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah,
kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan
politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan
kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda :
1.
Lembaga Eksekutif
Kekuasaan Eksekutif
biasanya di pegang oleh badan Eksekutif. Di Negara-negara demokratis badan
eksekutif biasanya terdiri atas kepala Negara seperti raja atau presiden,
beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti luas juga mencakup para
pegawai negeri sipil dan militer. Dalam naskah ini istilah badan eksekutuif
dipakai dalam arti sempitnya.
Wewenang badan
eksekutif:
a.
Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
dan peraturan perundangan lainya dan menyelenggarakan administrasi Negara.
b. Legislative,
yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan
rakyat sampai menjadi undang-undang.
c. Keamanan,
artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata,
menyelenggarkan perang, pertahanan Negara, serta kemanan dalam negeri.
d. Yudikatif,
memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
e. Diplomatic,
yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatic dengan Negara lain.
Beberapa
macam badan Eksekutif:
a. Sistem
Parlemen
Dalam system ini badan
eksekutif dan badan legislative bergantung satu sama lain. Cabinet, sebagai
bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab, diharap mencerminkan
kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislative yang mendukungnya, dan mati
hidupnya cabinet bergantung pada dukungan dalm badan legislative (asas tanggung
jawab menteri). Cabinet semacam ini dinamakan cabinet parlementer. Sifat serta
bobot ketergantungan ini berbeda dari satu Negara dangan Negara lain, akan
tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif
dan badan legislative.[2]
b. System
presidensial
Dalam system ini kelangsungan
hidup badan eksekutif tidak tergantung pada badan legislative, dan badan
eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu. Kebebasan badan eksekutif terhadap
badan legislative mengakibatkan kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam
menghadapi badan legislative. Lagi pula menteri-menteri dalam cabinet
presidnsial dapat dipilih menurut kebijaksanaan presiden sendiri tanpa
menghiraukan tuntutan-tuntutan partai politik. Dengan demikian pilihan presiden
dapat didasarkan atas keahlian serta faktoa-faktor lain yanf dianggap penting.
System ni terdapat di Amerika Serikat, Pakistan dalm masa Demokrasi Dasar
(1958-1969), dan Indonesia di bawah UUD 1945.[3]
2.
Badan
Legislatif
Badan Legslatif atau Legislature mencerminkan salah satu
fungsi badan itu, yaitu legislate,
atau membuat Undang-Undang. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly yang
mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah public).
Nama lain lagiialah Parliament, suatu istilah yang menekankan unsur “bicara
(parler) dan merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau
keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamkan People’s Representative Body atau Dewan Perwailan Rakyat. Akan
tetapi apapun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini
merupakan symbol dari rakyat yang berdaulat.
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakyat
yang berdaulat ini mempunyai suatu “kehendak”. Keputusan-keputusan yang diambil
oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general will itu. Karena itu
keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun Unang-undang,
mengikat seluruh masyarakat.[4]
Fungsi Badan Legislatif:
a. Menentukan
kebijakan (polity) dan membuat undang-undang. Untuk itu badan legislative
diberi hak untuk inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan
undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang budget atau
anggaran.
b. Mengontrol
badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai
dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas
ini, badan perwakilam rakrat diberi hak-hak control khusus.[5]
3.
Badan
Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif adalah kekuasaan peradilan di mana kekuasaan ini menjaga
undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati,
yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran
hukum/undang-undang. Selain ituYudikatif juga bertugas untuk memberikan
keputusan dengan adil sengeketa-sengketa sipil yangdiajukan ke pengadilan untuk
diputuskan[6]
dari pembicaraan tentang Trias
Politika dalam Negara-negara demokratis telah kita ketahu bahwa dalam artinya
yang asli dan murni, doktrin itu diartikan sebagai pemisahan kekuasaan yang
mutlak diantara ketiga cabang kekuasaan(legislative, eksekutif, yudikatif),
baik mengenai fungsi serta tugasnya maupun mengenai organ yang menjalankan
fungsi tersebut. Akan tetapi dari perkembangannya telah kita ketahui bahwa
doktrin pemisahan kekuasaan yang mutlak dan murni tersebut tidak mungkin
dipraktekan dizaman modern karena tugas Negara dalam abad ini sudah demikian
kompleksnya, sehingga doktrin itu diartikan hanya sebagai pembagian kekuasaan ,
artinya hanya fungsi pokoknya yang dipisahkan, sedangkan selebihnya ketiga
cabang kekuasaan itu terjalain satu sama lain.
1. Kebebasan
Badan Yudikatif
Dalam doktrin Trias Politika,
baik yang diartikan sebagai pemisahan kekuasaan maupun sebagai pembagian
kekuasaan, khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif, prinsip yang tetap dipegang
ialah bahwa dalam tiap Negara hokum badan yudikatif haruslah bebas ikut campur
tangan badan eksekutif. Ini dimaksudkan agar badan yudikatif itulah dapat
diharapkan bahwakeputusan yang diambil oleh badan yudikatif dalam suatu perkara
tidak akan memihak, berat sebelah, dan semata-mata berpedoman pada normo-norma
hokum dan keadilan serta hati nurani hakim itu sendiri dengan tidak usah takut
bahwa kedudukannya terancam.
2. Kekuasaan
badan yudikatif
Dalam system hokum yang berlaku
di Indonesia, khususnya system Hukum Perdata, hingga kini masih terdapat
dualisme, yaitu:
a. System
hokum adat, suatu tata hokum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tidak
tertulis.
b. System
hokum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode Prancis zaman Napoleon yang
dipengaruhi oleh badan hokum Romawi.
Asas
kebebasan badan yudikatif juga dikenal di Indonesia. Hal itu terdapat dalam
penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 45 mengenai kekuasaan kehakiman yang
menyatakan:”kekuasaan kehakiman ialah kekuasaaan yang merdeka, artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan
dalm undang-undang tentang kedudukan para hakim”.[7]
UNTUK MENDAPATKAN FILENYA
[1] http://euforia-arisam.blogspot.com/2010/08/trias-politica.html?m=1 Di
unduh pada hari rabu, pukul 22.30 WIB
[2]
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu
Politik,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2008),hlm.295-297
[3] Ibid,hlm.303
[4]Ibid,hlm.315
[5] Ibid,hlm.322-323