Skip to main content

MAKUL HUKUM ADAT


Secara etimologis istilah hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan adat. Menurut SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara. Sedangkan adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.
Hukum adat merupakan suatu istilah nyang diterjemahkan dari bahasa Belanda. Pada mulanya hukum adat dinamakan “ adat recht ‘ oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “ de Atjehers” yang berarti “orang-orang aceh”. Alasan snouck Hurgronje memberi judul tersebut, karena pada masa penjajahan Belanda, orang Aceh sangat berpegang teguh kepada hukum adat yang dimasukkan dalam hukum adat. Sementara van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul “ Het Adatrecht Van Nederlandsche Indie” yang artinya hukum adat Hindia-Belanda. Alasan Van Vollenhoven memberi judul tersebut karena ia menganggap masyarakat Indonesia banyak yang menganut hukum Hindia-belanda, melalui buku ini Van Vollenhoven dianggap sebagai bapak hukum adat oleh masyarakat Indonesia.  

Paling tidak ada tiga kategori periodesasi hal penting ketika berbicara tentang sejarah hukum adat, yaitu:
a.       Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum adat itu sendiri. peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra hindu.
b.      Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari tidak/belum dikenal hingga sampai dikenal            dalam            dunia   ilmu     pengetahuan.
c.       Sejarah kedudukan hukum adat sebagai masalah politik hukum di dalam system perundang-undangan di Indonesia pada periode ini.
Faktor  yang    mempengaruhi di samping faktor astronomis–iklim–dan geografis–kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi proses perkembangan hukum        adat adalah:
a.       Magis dan Animisme
b.      Agama
c.       Kekuasaan yang lebih tinggi dari pada persekutuan hukum adat.
1.      Sejarah Perkembangan Hukum Adat
Peraturan adat istiadat kita ini merupakan adat-adat melayu-polinesia yang sudah terdapat pada zaman pra-hindu. Lambat laun terjadi akulturasi antara kultur hindu, islam dan Kristen yang kemudian mempengaruhi kultur asli tersebut. Saat ini menurut kenyataan hukum adat yang hidup pada rakyat adalah merupakan peraturan-peraturan adat-istiadat yang ada pada zaman pra-hindu dan hasil akulturasi antar agama tersebut.
Setelah terjadi akulturasi itu, maka hukum adat atau hukum pribumi atau “Inladsrecht” menurut Van Vaollenhoven terdiri dari :
Dari uraian bagan di atas dapat di jelaskan bahwa hukum adat terdiri atas dua bagian yaitu :
a.       Hukum yang tidak tertulis ( jus non scriptum ) : merupakan bagian yang terbesar yang bersumber pada hukum asli penduduk.
b.      Hukum yang di tulis ( jus scriptum ) : merupakan bagian kecil saja yang bersumber dari ketentuan hukum agama.

1.      Dasar Filosofis
Adapun yang dimaksud dasar filosofis dari Hukum Adat adalah sebenarnya nilai-nilai dan sifatHukum Adat itu sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. Sebagai contoh, religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat.
2.      Dasar Sosiologis
Hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu sistem, artinya bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya (Mertokusumo, 1986:100). Dengan kata lain bahwa sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lainnya dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Keseluruhan tata hukum nasional yang berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai sistem hukum nasional. Sistem hukum berkembang sesuai dengan perkembangan hukum. Selain itu sistem hukum mempunyai sifat yang berkesinambungan, kontinyuitas dan lengkap.
3.      Dasar Yuridis
Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangan.
Memepelajari segi yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia (Saragih, 1984:15). Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua periode yaitu pada Jaman Kolonial (penjajahan Belanda dan Jepang) dan Jaman Indonesia Merdeka.

Struktur Masyarakat Hukum Adat
1.     Berdasar Genealogis (keturunan) 
a.       Patrilineal (pertalian darah garis bapak)
Contoh: Suku batak, nias, sumba
b.      Matrilineal (pertalian darah garis ibu)
Contoh: Minangkabau
c.       Parental (pertalian darah garis bapak+ibu)
Utk menentukan hak & kewajiban seseorang, maka family dari pihak bapak adalah sama artinya dengan family dari pihak ibu.
Contoh: Suku Jawa, sunda, aceh, dayak
2.     Berdasar Teritorial (wilayah)
a.     Desa 
Sekelompok orang terikat pada suatu kediaman (dukuh) mempunyai pemeritah sendiri.
Contoh: Desa di Jawa & Bali
b.    Daerah
Beberapa desa yang mempunyai pemerintah masing-masing namun merupakan bagian dari daerah.
Contoh: Marga di Sumsel dengan dusun-dusun di dalam daerahnya.
c.     Perserikatan (beberapa kampung)
Contoh: Perserikatan huta-huta di suku batak

1.      Sifat Hukumnya Hukum Adat
Dalam kehidupan masyarakat hukm adat sebenarnya tidak semua adat istiadat dapat di sentuh oleh para petugas hukum dalam bentuk penetapan-penetapan,terrutama kalau mastyarakat yang bersangkutan tidak sering mengadakan usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang menimbulkan persengketaan. Para warga masyarakat pada umumnya bersedia melakukan sesuatu ketentuan yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya , bukan hanya karena ketentuan itu telah di tetapkan oleh para penguasa atau petugas hukum, melainkan karena adany kesadaran bahwa ketentuan-ketentuan itu memang sudah sepantasnya di taati oleh segenap warga masyarakat.
Adapun adanya faktor yang ikut menentukan agar adat istiadat yang secara formal itu sudah mempunyai sifat hukum dapat mempunyai kekuatan mengikat secara materiil yang sempurna. Faktor-faktor itu antara lain ialah:
a.       Adat istiadat itu sesuai dengan system hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.
b.      Sesusai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang di junjung tinggi
c.       Sesuai dengan perkembangan masyarakat ynag bersangkutan
d.      Sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat
2.      Tugas Para Hakim Hakim Adat
Dalam hal ini Prof.Mr.djojodigoeno mengatakan bahwa hakim harus dapat menumbuhkan pengadilanya dengan rasa keadilan masyarakat, sehingga putusan hakim dapat mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan tugasnya yang berat ini para hakim terikat pada:
a.       Nilai-nilai yamg berlaku secara objektif dalam masyarakat
b.      System hukum adat yang telah berbentuk dan berkembang dalam masyarakat
c.       Syarat-syarat dan nilai-nilai kemanusiaan
d.      Putusan-putusanya sendiri yang pernah di jatuhkan
e.       Putusan –putusan hakim lainya dalam masalh serupa yang masih dapat di pertahankan karena masih sesuai dengan rasa keadilan masyarakat

Dalam masyarakat adat perkawinan merupakan bagian peristiwa yang sakral sehingga dalam pelaksanaannya harus ada keterlibatan arwah nenek moyang untuk dimintai do’a restu agar hidupnya kelak jadi keluarga yang bahagia. Sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 
Hukum adat sendiri adalah hukum yang menjadi kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara yang satu dengan yang lain dan terdapat sanksi didalamnya biasanya berupa moral. Hukum adat telah lama berlaku di tanah air kita adapun kapan mulai berlakunya tidak dapat ditentukan secara pasti, tapi dapat diperkirakan hukum tersebut berkembang sudah lama dan tertua umurnya sebelum tahun 1927 keadaanya masih biasa saja dan apa adanya .
Dari uraian bahwa hukum perkawinan adat adalah kebiasaan atau tingkah laku masyarakat adat dalam melakukan upacara perkawinan yang kemudian kebiasaan tersebut dijadikan hukum positif yang tidak tertulis dan hanya berlaku dalam masyarakat tertentu dan mempunyai sangsi didalamnya.
a.                Sistem Perkawinan dalam Hukum Adat
Dalam perkawinan sekiranya harus ada pengelompokkan berupa system perkawinan agar teridentifikasi system yang digunakan dalam hukum perkawinan adat itu sendiri seperti apa?. Di Indonesia selama ini ada tiga system yang berlaku di masyarakat yaitu endogamy, exogami dan eleutherogami.
b.                System Endogamy
Dalam system ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan seorang dari suku keluarganya sendiri, sekarang sudah jarang sekali di Indonesia karena system ini dipandang sangat sempit dan membatasi ruang gerak orang. Sistem ini masih berlaku di daerah Toraja, tetapi dalam waktu dekat akan lenyap sebab sangat bertentangan sekali dengan sifat susunan yang ada di daerah itu, yaitu parental.
c.                Sistem Exogami
Dalam sistem ini orang diharuskan kawin dengan orang diluar sukunya sendiri. Sistem ini banyak dijumpai di daerah Tapanuli, Alas Minangkabau. Namun dalam perkembangannya sedikit-sedikit akan mengalami pelunakan dan mendekati eleutherogami. Mungkin larangan itu masih berlaku pada lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil saja.
d.               System Eleutherogami
Pada system ini tidak mengenal larangan-larangan apapun atau batasan-batasan wilayah seperti halnya pada endogamy dan exogami. System ini hanya menggunakan berupa larangan-larangan yang berdasarkan pada pertalian darah atau kekeluargaan (nasab) turunan yang dekat seperti ibu, nenek, anak kandung, cucu dan saudara kandung , saudara bapak atau ibu. 

Hukum adat waris (hukum waris adat) adalah salah satu aspek hukum dalam lingkup permasalahan hukum adat yang meliputi norma-norma yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil, yang mana dari seorang tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara, dan proses peralihan dari harta yang dimaksud.
Pengaruh aturan-aturan hukum lainnya atas lapangan hukum waris atas lapangan hukum waris dapat diwariskan sebagai berikut:
e.                Hak purba/pertuanan masyarakat hukum adat yang bersangkutan membatasi pewarisan tanah.
f.                 Kewajiban dan hak yang timbul  dari perbuatan-perbuatan kredit tetap berkekuatan hukum setelah si pelaku meninggal.
g.                Transaksi-transaksi seperti jual gadai harus dilanjutkan oleh ahli waris.
h.                Struktur pengelompokkan wangsa/anak, demikan pula bentuk perkawinan turut bentuk dan isi perkawinan.
i.                  Perbuatan-perbuatan hukum seperti adopsi, perkawinan ambil anak, pemberian bekal/modal berumah-tangga kepada pengantin wanita, dapat pula dipandang sebagai perbuatan dilapangan hukum waris; hukum waris dalam arti luas, yaitu penyelenggaraan, pemindah tanganan, dan peralihan harta kekayaan kepada generasi berikutnya.
Hukum adat waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.
a.       Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari kedudukan wanita didalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian).
b.      Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minang kabau, Enggano, Timor).
c.       Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain).
Dilihat dari orang yang mendapatkan warisan (kewarisan) di Indonesia terdapat tiga macam sistem, yaitu sistem kewarisan kolektif, kewarisan mayorat, dan kewarisan individual.

Tanah sangat diperlukan oleh anggota masyarakat, oleh karena itu diperlukan kaedah- kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Hukum tanah adalah keseluruhan kaedah hukum yang tumbuh dari pergaulan hidup antar manusia yang berhubungan dengan pemanfaatan mengenai tentang tanah.
a.       Hak persekutuan ( hak ulayat)
Hak persekutuan adalah hak yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dalam suatu wilayah dimana mereka hidup, sering disebut hak komunal. Hak ini meliputi seluruh wilayah desa, baik tanah liar seperti hutan maupun tanah yang sudah dikuasai atau digarap seprti sawah,ladang dll.
Hak ulayat hanya dijumpai pada masyarakat berdasarkan teritorial dan genealogis teritorial saja. Dalam inlandse gemeinte ordonanti ( IGO) stb 1906 no.83 pasal 10, menyebutkan bahwa tanah milik komunal adalah milik desa yang berkedudukan sebagai badan hukum. Tanah milik desa termasuk tanah bengkok dan tanah ganjaran.
b.      Tanah Ulayat
Tanah ulayat merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai karunia suatu kekuatan ghaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi kebidupan dan penghidupan kelompok tersebut sepanjang masa.
Disinilah sifat religius hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum adat bersama dengan tanah ulayatnya ini. Adapaun tanah ulayat atau tanah bersama yang dalam hal ini oleh kelompok di bawah pimpinan kepala adat masyarakat hukum adat, misalnya adalah hutan, tanah lapang, dan lain sebagainya. Tanah untuk pasar, penggembalaan, tanah bersama, dan lain-lain yang pada intinya adalah demi keperluan bersama.
Apabila dipandang dari sudut bentuk masyarakat hukum adat, maka lingkungan tanah mungkin dikuasai oleh suatu masyarakat hukum adat atau beberapa masyarakat. Oleh karena itu biasanyanya lingkungan tanah adat dibedakan antara :
1.      Lingkungan tanah sendiri, yaitu lingkungan tanah yang dimiliki oleh satu masyarakat hukum adat. Misalnya masyarakat adat tunggal desa di Jawa.
2.      Lingkungan tanah bersama, yaitu yaitu lingkungan tanah adat yang dikuasai oleh beberapa masyarakat hukum adat yang setingkat. Dengan alternatif sebagai berikut :
a.       Beberapa masyarakat hukum adat tunggal. Misalnya beberapa belah di Gayo.
b.      Beberapa masyarakat hukum adat atasan. Misalnya, luhat di Padanglawas.
c.       Beberapa masyarakat adat bawahan. Misalnya, huta-huta di Angkola.

Hukum pidana adat ditemukan dalam beberapa pandangan doktrina. Ter Haar BZN berasumsi bahwa yang dianggap suatu pelanggaran (delict) ialah setiap gangguan segi satu (eenzijding) terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang kehidupan materiil dan imateriil orang seorang atau dari orang-orang banyak yang merupakan suatu kesatuan (gerombolan). Tindakan sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar kecilnya ditetapkan oleh hukum adat (adat reactie), karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali (kebanyakan dengan jalan pembayaran pelanggaran berupa barang-barang atau uang).
Ada sifat hukum pidana adat.
a.       Menyeluruh dan menyatukan karena dijiwai oleh sifat kosmis yang saling berhubungan sehingga hukum pidana adat tidak membedakan pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata.
b.      Ketentuan yang terbuka karena didasarkan atas ketidakmampuan meramal apa yang akan terjadi sehingga tidak bersifat pasti sehingga ketentuannya selalu terbuka untuk segala peristiwa atau pebuatan yang mungkin terjadi.
c.       Membeda-bedakan permasalahan dimana bila terjadi peristiwa pelanggaran yang dilihat bukan semata-mata perbuatan dan akibatnya tetapi dilihat apa yang menjadi latar belakang dan siapa pelakunya. Oleh karena itu, dengan alam pikiran demikian maka dalam mencari penyelesaian dalam suatu peristiwa menjadi berbeda-beda.
d.      Peradilan dengan permintaan dimana menyelesaikan pelanggaran adat sebagian besar berdasarkan adanya permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil.

e.       Tindakan reaksi atau koreksi tidak hanya dapat dikenakan pada si pelaku tetapi dapat juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya bahkan mungkin juga dibebankan kepada masyarakat bersangkutan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu.


DOWNLOAD GAME TERPOPULER

Popular posts from this blog

Hadist Qouliyah, Fi’liyah dan Taqririyah

Hadits Qauliyah, Fi’liyah dan Taqririyah 1.       Hadits Qauli Yang dimaksud dengan hadist Qauli, ialah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. dengan kata lain hadist tersebut berupa perkataan Nabi SAW yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syari’ah maupun akhlaq. Diantara contoh Hadist Qauli adalah hadist tentang do’s Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadist tersebut berbunyi: نَضَّرَ اللّهُ امْراءً سَمِعَ مِنَّاحَدِيْثًا فَحَفِظَةُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَاِنّهُ رُبَّ حَامِلٍ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍوَرُبَّ حَامِلٍ فِقْهٍ اِ لَى مَنْ هُوَ اَفْقَهُ مِنْهُ ثَلاَ   ثٌ خِصَالٍ لاَيَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ اَبَدًا اِخْلاَ صُ الْعَمَلِ لِلّهِ وَمُنَا صَحَةُ وُلاَةِ الاْمرِ وَلُزُوْمُ الْجَمَاعةِ فَاِنَّ دَعْوَتَهُمْ تُحِيْطُ مِنْ وَرائِهِمْ (رواه احمد). Artinya: Semoga Allah

10 Foto Syur Artis Indonesia Yang Bikin Heboh

pay per click advertising pay per click advertising [Putar Video SEKS: KLIK]   - Diabadikan, kata tersebut tampaknya sangat pantas untuk menilai sebuah jepretan  foto . Sangat wajar pula jika sebuah   pose  hanya dijadikan sebagai konsumsi pribadi. Lalu bagaimana jika   foto pribadi  itu tersebar ke publik? Dengan teknologi internet tampaknya hal-hal yang bersifat  pribadi  semakin tergadaikan. Bahkan, hal tersebut menimpa   artis-artis Indonesia . Ini dia   10 foto ‘nakal’ artis yang bikin heboh . 1. Mayangsari Pada 2009 lalu memang sedang hangat-hangatnya   hubungan ‘terlarang’ antara Mayangsari dan Bambang Trihatmodjo . Sempat tak mengakui terlibat   percintaan , namun   foto-foto nakal   mereka tersebar di internet. Ada beberapa   foto Mayang  mengenakan kimono terbuka yang memperlihatkan tubuhnya yang berbalut celana dalam dan bra.   Foto   tersebut cukup jelas memperlihatkan lekuk tubuh perempuan kelahiran Purwokerto tersebut. Foto kedua memperlihatkan kea

MAKALAH SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA

MAKALAH SEJARAH  MASUKNYA  ISLAM  DI JAWA I.      PENDAHULUAN Berbagai artikel, berbagai pendapat tentang sejarah masuknya Islam di Jawa yang sangat sulit untuk di percayai yang manakah diantaranya yang paling mendekati kebenarannya. Islam begitu sangat penting untuk diketahui asal muasal pembawanya ke Jawa, juga masih diragukan karena banyaknya pendapat tersebut sehingga para penganut Islam pun kontroversional dalam mengimani hal-hal yang berkaitan dengan proses-proses adanya Islam di Jawa. Banyak tokoh-tokoh pula yang berjasa atas berdirinya Islam di Jawa yang membawa pengaruh besar atas perkembanganya yang patut kita hargai pengorbananya kepada kita semua yang sehingga kini pun telah senantiasa hidup dalam kebenaran oleh karena ilmu-ilmu dan dakwah mereka yang meluruskan jalan kita sampai detik ini pun masih terkenang para penyebar terdahulu. Dengan bermacam-macam cara telah mereka tempuh demi terrcapainya tujuan mereka menyampaikan kebenaran agama Islam. Dala