I.
PENDAHULUAN
Kerajaan Turki
Usmani, Safawi, dan Mughal di India adalah tiga kerajaan besar yang pernah
diakui kebesarannya oleh negara- negara di dunia. Kerajaan-kerajaan ini sempat
mengalami masa kejayaan dalam waktu yang tidak sama, tetapi masih dalam abad
sekitar 15-16 M.
Nama kerajaan Turki
Usmani berasal dari kabilah Oghus (bangsa turki) yang mendiami daerah sebelah
utara Tiongkok. Mereka meninggalkan daerahnya berpindah ke negeri bagian
Turkistan dan tinggal disana sampai abad ke-13 M. Sedangkan kerajaan Safawi
muncul ketika Turki Usmani telah mencapai kejayaannya. Kerajaan ini berasal
dari sebuah gerakan tarekat di Ardabil (Azerbaijan). Tarekat ini dinamakan
tarekat Safawiyah yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Saifudin As-Safawi,
keturunan orang yang berada yang memiliki jalan hidup dengan aliran sufi.
Berbeda dengan kerajaan Mughal yang sejak zaman jahiliyah mempunyai semangat
yang besar untuk menghancurkan kerajaan Islam. Akan tetapi, setelah mereka
memeluk Islam dengan menganut paham Syi’ah timbul semangat untuk menaklukkan
India yang Islam. Pada saat itu umat Islam India tidak mempunyai pemimpin yang
kuat setelah meninggalanya Muhammad Taglak (1351 M). Dalam situasi seperti ini
bangsa Mughal Islam datang ke India untuk menyelamatkan keadaan agar lebih
baik.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Kemunduran kerajaan Turki Usmani
B. Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
C. Kemunduran dan runtuhnya kerajaan Mughal
III.
PEMBAHASAN
A. Kemunduran kerajaan Turki Usmani
Pendiri kerajaan
ini adalah bangsa Turki dan kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan
daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah
ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9
atau ke-10, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[1]
Daulah ini berasal
dari suatu kabilah yang hidup di Turkistan., di bawah pimpinan Sulaiman Syah.
Kabilah Turki ini berpindah dari suatu tempat ke tempat lain menghindari bangsa
Mongol. Akhirnya sampai di Asia kecil dibawah pimpinan Usman, dan mendirikan
daulah baru pada tahun 1300 M. Usman inilah pendiri daulah Usmaniyah yang
didirikan di atas puing-puing keistanaan Saljuk. Dengan timbulnya daulah
Usmaniyah barulah Islam dapat menunjukkan kegagahperkasaannya yang luar biasa
dan dapat menyambung usaha dan kemegahan yang lama sampai permulaan XX ini.
Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa Timur (Balkan) bernaung di bawah
pemerintahan Usmaniyyah, kekuasaannya meluas kemana-mana menjulang di langit
bekas kekuasaan kerajaan Byzantium. Setelah negeri besar itu ditaklukkan oleh
Sultan Muhammad Al-Fatih tahun 1453. Sulaiman Al-Qanuni pernah pula dua kali
menyerang kota Wina, pusat kerajaan Austria.[2]
Setelah Sultan
Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase
kemundurannya. Akan tetapi sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran ini tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh
Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara
armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari
angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan
sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki
Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh.
Baru pada masa sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia
dapat direbut kembali. Walaupun Sultan Murad III ( 1574-1595) berkepribadian
jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, Kerajaan Usmani pada masanya
berhasil menyerbu Kaukasus dan merebut Tiflis di Laut Hitam (1577), merampas
kembali Tabris, ibukota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam
negeri Poiandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593M.[3]Kehidupan moral
sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini
makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III (1595-1603 M),
pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19
orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan
pribadi.[4]
Dalam
situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Meskipun Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit
untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata
bangsa-bangsa Eropa sudah memulai memudar. sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617),
situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I karena gejolak politik dalam
negeri tidak bisa diatasi.
Selanjutnya Syaikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan
diganti oleh Usman II (1618-1622), tetapi Usman II juga tidak mampu memperbaiki
keadaan, akhirnya bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut
wilayahnya kembali. Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh
Sultan Murad IV (1623-1640 M), ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan.
Akan tetapi masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan
situasi negara secara keseluruhan. Pada masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648
M), situasi politik kembali menurun karena ia juga termasuk orang yang lemah,
kekalahan tersebut membawa Muhammad Koprulu yang diberi kekuasaan absolute. Ia
berhasil mengembalikan peraturan dan mengkondisikan stabilitas keuangan negara.
Setelah Koprulu meninggal pada tahun 1661 M, jabatannya diganti oleh anaknya
Ibrahim. Ibrahim menyangka kekuatan militernya sudah pulih kembali, oleh karena
itu ia menyerbu Hongaria, akan tetapi dugaan Ibrahim meleset, ia kalah dalam
pertempuran itu secara berturut-turut. Untuk selanjutnya wilayah Turki Usmani
yang luas, sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya dan direbut oleh
negara-negara Eropa.[5]
Tentara Rusia pada tahun 1770 M mampu mengalahkan
tentara armada Usmani, di sepanjang pantai Asia kecil. Akan tetapi tentara
Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M), yang
segera mengkonsolidasi kekuatannya. Elanjutnya Sultan Abd Al-Hamid (1774-1789
M) tidak lama naik tahta di Kutchuk Kinarja, ia mengadakan perjanjian Kinarja
dengan Catherine II dan Rusia. Sejak tahun 1920, Mustafa Kemal Phasa menjadi
angkara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah Istambul, Inggris
menciptakan kevakuman politik dengan menahan banyak penjahat negara dan menutup
kantor-kantor dengan paksa sehingga khalifah dan pemerintahannya berhenti.
Kehancuran Kerajaan Turki Usmani ini, membuat bangsa-bangsa eropa semakin mudah
menguasai dan menjajah wilayah-wilayah yang dulu diduduki oleh Usmani yang
mayoritas muslim. Maka sejak itulah umat Islam berada dalam situasi
dijajah oleh bangsa non Muslim.[6]
Demikian proses
kemunduran yang terjadi di kerajaan Usmani selama dua abad lebih ditinggal oleh
Sultan Sulaiman AL-Qonuni. Dengan demikian pemberontakan-pemberontakan yang
terjadi di kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran, bukan saja
terjadi di daerah-daerah yang tudak beragama Islam, tetapi di daerah-daerah
yang berpenduduk Muslim. Hal ini dianggap sebagai titik klimaks revolusi
Mustafa Kemal Pasha dan menjadi akhir dari kerajaan Usmani.[7]
Faktor-faktor
kemunduran kerajaan Usmani antara lain:
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi
pemerintahan bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan
kompleks. Sementara pemerintahan kerajaan Turki Usmani tidak beres. Di pihak
lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas,
sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai
Kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia
Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan
Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan
Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam baik
dari segi agama, ras, etnis maupun adat istiadat.
3. Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal
Sulaiman Al Qonuni, kerajaan Usmani diperintah oleh Sultan-sultan yang lemah,
baik dalam kepribadian terutamanya dalam kepemimpinannya. Akibatnya,
pemerintahan menjadi kacau.
4. Budak Pungli
Pungli
merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan Usmani. Setiap
jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada
orang yang berhak memeberikan jabatan. Adanya budaya pungli ini mengakibatkan
dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5. Pemberontak tentara Jenissari
Kemajuan
ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari.
Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun
1525 M, 1632 M, 1727 M, 1826 M.
6. Merosotnya Ekonomi
Akibat perang yang tak pernah
berhenti, perekonomian Negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja
Negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan
teknologi.
Kerajaan Usmani kurang
berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan
pengembangan kekeuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh
kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi
persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.[8]
B. Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I
Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza
(1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain
(1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut, kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada
kehancuran.[9]
Daulah ini berasal
dari sebuah gerakan tasawuf yang di pimpin oleh Syeikh Sofidin. Syeikh ini
berasal dari tanah Arab sebelah selatan yang kemudian pindah ke Ardabil di
Azerbayen. Beliau masih keturunan Imam Syi’ah yang ke enam, Musa Al-Kazm.
Gerakannya makin lama makin besar pengaruhnya sehingga berubah menjadi suatu
angkatan perang yang teratur, fanatik dan menantang segala orang yang tidak
sama dengan paham Syi’ah yang dianutnya, yang dianggap sebagai perubah gerakan
tasawuf menjadi satu kerajaan duniawi adalah Ismail Ibn Haidar yang lahir tahun
1487 M. Pada waktu usianya sebagai raja besar Iran dan pembela Madzhab Syi’ah.
Sejak itu Syi’ah dijadikan madzhab resmi negara Iran.[10]
As-Safawi adalah
keturunan Musa Al-Khazam (seorang Syi’ah) yang berguru kepada Tajuddin Ibrahim
Az-Zahidi (1215-1301 M) atau yang terkenal dengan julukan Zahid Al-Gilani
Safiudin yang sangat tekun menjalankan ajaran tasawufnya. Oleh karena itu, ia
di angkat menjadi menantu oleh gurunya. Kemudian ia mendirikan tarekat sendiri
yang di beri nama tarekat Safawiyah, setelah guru dan mertuanya meninggal pada
tahun 1301 M. Karena fanatiknya para pengikut tarekat ini, pada saat memasuki
dunia politik, tarekat Safawiyah merupakan kekuatan yang sangat potensial pada
masa pemerintahan Jumeid (1447-1460). Dalam perkembangannya kegiatan politik
masuk ke dalam bagian kegiatan keagamaan sehingga menimbulkan konflik antara
Jumeid dan penguasa suku bangsa Turki ( Kara Konyulu atau domba hitam). Dalam
konflik ini Jumeid kalah kemudian diasingkan. Di dalam pengasingannyaJumeid
bekerja sama dengan Uzun Hasan dan mempersunting saudara perempuannya.
Sepeninggal Abbas
I, kerajaan Safawi lemah sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan
kerajaan. Safi Mirza adalah cucu dan sekaligus pengganti Abbas I. Sejak masa
ini wilayah Safawiyah terlepas oleh penguasa lain, misalanya kota Qandahar
lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal ketika itu
dipimpin oleh Sultan Syeh Jehan. Kemudian Ervan, Tibriz dan Baghdad direbut
oleh pasukan Utsman antara tahun 1635-1637 M. Abbas II adalah raja yang suka
minum-minuman keras, sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian
Abbas II memiliki semangat perjuangan untuk kerajaan Safawiyah dengan bantuan
wazir-wazirnya. Ia merebut kembali wilayah Qandahar dari kekuasaan Syeh Jehan,
namun upaya seperti ini tidak diteruskan oleh para penggantinya. Sulaiman
seorang penguasa yang lemah, ia bertindak kejam kepada para pembesar yang
dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah,
diganti oleh Syah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para
ulama’ Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap kaum aliran Sunni.
Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga gerakan
ini mengakhiri pemerintahan Safawi di wilayah ini. Benih pemberontakan ini
telah ada semasa Sulaiman dan berubah semakin kritis pada masa Husein.[11]
Pemberontakan bangsa
Afghan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut
wilayah Qandahar. lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang
berhasil menduduki Mashad.Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa
Qandahar. Di bawah pimpinannya, keberhasilan menyatukan suku Afghan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan
yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dengan merebut wilayah Afghan dari tangan Safawi. Bahkan Ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah
tersebut .Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui
kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain
Quli Khan yang
berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan
siasatnya. Pada 1721 M Ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu
kota Safawi
itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober
1722 M Syah Husain menyerah dan 25 oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki
kota Isfahan dengan kemenangan.[12]
Tahmasp II, putera
Husein berhasil melarikan diri ke Astrabad atas bantuan dan dukungan suku Qazar
dari Rusia. Ia berhasil membangun kembali kerajaan Safawiyah pada tahun 1722
dengan ibu kota Astrabad. Pada tahun 1726 Tahmasp II bergabung dengan Nadzir
Khan dari suku Ashfar untuk mengusir kekuasaan Afghanistan yang menduduki
wilayah Isfahan Asyraf. Dengan demikian bahwa Nadzir Khan cukup berjasa
terhadap Tahmasp II dalam membangun kembali kerajaan Safawiyah. Namun ternyata
Nadzir memiliki kepentingan politik dibalik dukungannya itu. Hal ini terbukti
dengan peristiwa pemecatan Tahmasp II oleh Nadzir Khan. Kemudian Nadzir Khan
menunjuk Abbas III yang masih sangat kecil. Empat tahun kemudian, Nadzir Khan
memproklamirkan diri sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan dinasti Safawiyah. Peristiwa yang menandai berakhirnya
kerajaan Safawiyah ini terjadi pada 8 Maret 1736 M.
Sebab-sebab
kemunduran kerajaan Safawi antara lain:
1. Ketidakcocokan sejumlah Raja setelah Abbas I
Ketidakcocokan yang terjadi pada Raja setelah Abbas I ini dikarenakan
karena konflik militer yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Berdirinya Kerajaan Safawiyah yang
beraliran Syi’ah dipinang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan yang mengancam
kekuasaannya.
2. Lemahnya kekuatan militer yang di bangun pasukan
Ghulam yaitu pengganti pasukan pasukan Qizilbash.
Lemahnya
kekuatan ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental yang dipersiapkan secara terlatih dan
tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan Qizilbash tidak memiliki
militansi dan semangat mereka telah luntur. Kemerosotan aspek kemiliteran ini
sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan Kerajaan
Safawi.[13]
3. Konflik yang berkepanjangan antara kerajaan Safawi
dengan kerajaan Usmani, Safawi beraliran Syi’ah menjadi ancaman langsung
terhadap wilayah kekuasaan Usmani.
Konflik antara
kedua Kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak
ketika tercapai perdamaian pada masa syah Abbas I. namun tak lama kemudian,
Abbas meneruskan konflik dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi
perdamaian antara kedua kerajaan tersebut.
4. Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin
kerajaan Safawi.
Hal
ini turut mempercepat proses kehancuran Kerajaan ini. Sulaiman, di samping
pecandu narkotik juga menyenangi khidupan malam selam tujuh tahun tanpa
sekalipun menyempatkan diri mengganti pemerintahan.
5. Lunturnya semangat perang pada masa pemerintahan
Abbas I oleh Ghulam (budak-budak).
Hal
ini disebabkan karena pada masa masa ini pasukan tersebut tidak disiapkan
secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Selain itu pasukan
ini juga tidak memiliki semangat yang tinggi.
6. Perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
Pada
masa ini, para Raja saling berebut kekuasaan. Hal ini dikarenakan konflik yang
terjadi di kalangan istana yaitu konflik antara keluarga istana sendiri.[14]
C. Kemunduran dan runtuhnya kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal di
India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat
dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini
adalah Zahirudin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa. Ia putera
Umar Syaikh seorang penguasa di negeri Farghanah (Asia Tengah) keturunan
langsung dari Miranshah, putera ketiga dari Timur Lang.
Babur hanya
menikmati usahanya merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat
(1530 M), maka pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Ia
juga menghiasi selama kepemimpinannya dengan peperangan. Salah satunya terjadi
pada 1535 M di Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan. Humayun kalah
dalam pertempuran tersebut. Pada peperangan yang kedua, kekalahan serupa
dialami oleh Humayun, sehingga harta rampasan perang dikuasai oleh Sher Khan
dan Humayun melarikan diri. Sepeninggal Humayun, puteranya Muhammad diangkat
menjadi raja dengan gelar Abu Fath Jalaluddin dan gelar yang paling terkenal
adalah Sultan Akbar Agung. Ia menjadi raja terbesar diantara raja-raja Mughal
di India. Kekuasaanya hampir seluruh wilayah anak benua India. Setelah Sultan
Akbar wafat, ia digantikan oleh puteranya Sultan Salim yang digelari dengan
Jahanggir. Jahanggir dijuluki sebagai raja pelukis dari para pelukis. Hal ini
disebabkan karya-karya lukisannya yang bagus dan luar biasa. Setelah Jahanggir
wafat, kerajaan diperebutkan puteranya, yaitu Syah Jahan dan Ashaf Khan.
Perselisihan tersebut akhirnya dapat dimenangi oleh Syah Jahan. Sementara
saudaranya ditangkap dan dan dipenjarakan dan matanya dibutakan. Dengan bantuan
puteranya Aurangzeb, ia berhasil menaklukkan Galkond, Bidar, dan Baijapur.
Namun, pada akhirnya di antara putera-puteranya terjadi perselisihan untuk
menggantikan kedudukannya.[15]
Setelah satu
setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibinaoleh
sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa
kemunduran. Kekuasaannya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat
menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh di
belahan utara dan Islam di bagian Timur semakin lama semakin mengancam. Pada
masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang sangat keras. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata tidak mampu
menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal
Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putera tertua
Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Puteranya ini kemudian
bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Pada masa pemerintahannya yang berlangsung
selam lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari
tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena
sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka. Setelah Bahadur
Syah meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah
diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya ditentang oleh
Zulfiqar Khan, putera Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun
1712 M dan digantikan oleh puteranya Jihandar Syah yang mendapat tantangan dari
Farukh Syiar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh
Syiar tahun 1713 M. Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan
kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M).
Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah (1719-1748). Namun, ia dan
pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang
sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan
Nadzir Syah untuk menundukkan Kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan
ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah
Persia.[16]
Ketika kerajaan
Mughal dalam kondisinya yang lemah sebagaimana yang digambarkan di atas,
Inggris semakin memperkuat posisinya. Dari urusan perdagangan, Inggris
memperlebar pengaruhnya dalam lapangan politik dengan dibentuknya EIC ( The
East India Company). Inggris memperkuat militernya di daerah perdagangan yang
dikuasainya terutama di Bengal. Militer Inggris berhasil menekan Syah Alam
sehingga melepaskan wilayah Qudhi, Bengal dan Orisa kepada Inggris. Akbar II
(1806-1873 M), pengganti Syah Alam memberikan konsesi kepada EIC untuk
mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak
Inggris dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan
raja dan keluarga istana, Bahadur Syah pengganti Akbar II menentang isi konflik
antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris.[17]
Pada waktu yang
sama, pihak EIC mengalami kerugian karena penyelenggaraan administrasi
perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan
istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC
mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara keras dan cenderung
kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka baik yang beragama Hindu
maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur
Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan
Kerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India
terhadapa kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. perlawanan mereka dapat
dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa
penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang
kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah
ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, rakja Mughal terakhir, diusir
dari istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti
Mughal di daratan India dan tinggallah di sana umat Islam yang harus berjuang
mempertahankan eksistensi mereka.[18]
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad
terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer.
Operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai
tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan
pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan
buatan Mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit
politik.
Hal
ini mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang
negara. Oleh karena
itu, hidup mewah yang dilakukan oleh para kalangan elit ini sangat mempengaruhi
kehancuran pada kerajaan Mughal. Dikarenakan para kalangan elit tidak
memperhatikan kelangsungan hidup pemerintahan.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar.
Dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya
dalam pendekatannya terhadap rakyat,
sehingga konflik antar Agama sangat sukar di atasi oleh Sultan sesudahnya. Oleh karena itu masalah agama
adalah salah satu penyebab kehancuran yang terjadi pada masa kerajaan ini.
Konflik –konflik antar agama ini tidak dapat diatasi oleh raja-raja pada
kerajaan ini.
4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir
adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
Karena lemahnya
raja-raja yang memimpin pada masa kerajaan ini mengakibatkan Kerajaan Mughal
mudah dikalahkan oleh bangsa lain. Apalagi dilihat pada raja-raja yang memimpin terakhir yang tidak memikirkan
kelangsungan Kerajaan. Dan akhirnya Kerajaan ini mengalami kemunduran.[19]
DAPATKAN FILE LENGKAPNYA
[3] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 163
[5] Ibid.hlm165
[7]usman, 13 0ktober 2010,pkl:14.00
[8] Badri
Yatim, op.cit, hlm.169
[15] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007,hlm. 314-317
[19] Ibid,hlm. 163
DOWNLOAD GAME TERPOPULER
- DOWNLOAD GAME PC ARMA 3 ALPHA TERBARU JUNI 2013
- DOWNLOAD GAME PRO EVOLUTION SOCCER 2013 DAN 2014
- DOWNLOAD GAME STRONGHOLD 3
- DOWNLOAD GAME NARUTO SHIPPUDEN: ULT
- DOWNLOAD GAME FULL SPECTRUM PRAJURIT FULL
- DOWNLOAD GAME ASSASSINS CREED 1.02 PATCH
- DOWNLOAD GAME FLASHPOINT OPERASI: PERLAWANAN DEMO
- DOWNLOAD GAME ASSASSIN CREED REVELATIONS V1.01 PATCH
- DOWNLOAD CALL OF DUTY: WORLD AT WAR 1.0 - 1.0.17 PATCH