Makalah Perpolitikan pada masa Umar bin Khattab
A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Fiqh Siyasah, Secara harfiyah (leksikal), fiqh mengandung arti tahu, paham, dan mengerti.
Arti ini dipakai secara khusus dalam bidang hukum agama atau yurisprudensi
Islam (menurut Ibnu al-Mandzur dalam Lisan al-'Arab. Menurut istilah, fiqh
(fikih) adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum-hukum syaria't, yang
bersifat amaliah (praktis), yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci (seperti
pendapat Abu Zahrah, dibawah ini);
الفقه : العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من اد لتهاالثفصيلية
الفقه : العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من اد لتهاالثفصيلية
Abdul Wahab Khallaf
mengatakan bahwa objek kajian fiqh siyasah adalah pengaturan dan
perundang-undangan yang dibutuhkan untuk mengurus negara sesuai dengan
pokok-pokok ajaran agama dengan tujuan mewujudkan kemaslahatan manusia serta
memenuhi kebutuhan mereka.
Fiqh
Siyasah bukan kajian yang baru di antara ilmu pengetahuan yang lainnya,
keberadaan Fiqh Siyasah sejalan dengan perjalanan agama Islam itu sendiri.
Karena Fiqh Siyasah ada dan berkembang sejak Islam menjadi pusat kekuasaan
dunia. Perjalanan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, penyusunan Piagam Madinah,
pembentukan pembendaharaan Negara, pembuatan perjanjian perdamaian, penetapan
Imam taktik pertahana Negara dari serangan musuh lainnya.
Pembuatan
kebijakan bagi kemaslahatn masyarakat, umat dan bangsa, dan kemudian pada masa
itu semua dipandang sebagai upaya-upaya siyasah dalam mewujudkan Islam sebagai
ajaran yang adil, memberi makna bagi kehidupan dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam.
Semua
proses tersebut merupakan langkah awal berkembangnya kajian Fiqh Siyasah,
dimana Fiqh Siyasah menerima dengan tangan terbuka apa yang datang dari luar
selama itu untuk kemaslahatan bagi kehidupan umat. Bahkan menjadikannya sebagai
unsur yang akan bermanfaat dan akan menambah dinamika kehidupan serta
menghindarkan kehidupan dari kelakuan dan kebekuan.
Dapat
ditelusuri bidang politik dari masa Rasulullah dan para sahabat yang
mendampinginya, hingga muncul generasi-generasi pengganti yang memegang
kekuasaan politik. Pengganti pemegang kekuasaan setelah Rasulullah adalah Abu
Bakar dan kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab. Dimana kehidupan politik
terlihat berbeda dari satu masa kepemimpinan dengan masa kepemimpinan lainnya.
2. Rumusan masalah
Dari
pemaparan umum tersebut dapat ditarik point permasalahan yakni bagaimana kehidupan
politik pada masa Umar bin Khattab?
B. Pembahasan
1. Silsilah dan Kepribadian Umar bin Khattab
Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, empat tahun lebih tua dari Rasulullah,[1]
ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abd Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth
bin Rizal bin Abd bin Kaab bin Luayyah. Sedangkan
ibunya bernama Khattamah binti Hisyam bin Mughiroh Al Makhzumi. Umar juga
termasuk kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat
terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam.
Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan
kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi,
siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki
kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi
dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Beberapa keunggulan yang
dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat
Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena
kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”. Itulah
sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa kepada
Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah
Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar oleh
Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu
Jahal)
2. Proses Pemilihan Umar Menjadi khalifah
Berbeda
dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khallifah kedua
tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi
melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khlifah, Abu
Bakar mendadak jatuh sakit. Selama 15 hari dia tidak pergi ke masjid dan
meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam sholat. Makin hari makin
sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajal sudah dekat.
Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah
masih segar dalam ingatannya. Dia khawattir kalau tidak segera menunjuk
pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di kalangan umat
islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar
orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab.
Maka dia mulai mengadakan konsultasi tertutup dengan beberapa sahabat senior
yang kebetulan menengok di rumahnya. Diantara mereka adalah Abd al-Rahman bin
Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair dari
kelompok Ansar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar, meskipun ada
beberapa diantaranya yang menyampaikan catatan Abd al-Rahman misalnya,
mengingatkan akan sifat “keras” Umar. Peringatan itu dijawab oleh Abu Bakar
bahwa Umar yang bersifat keras selama ini karena melihat sifat Abu Bakar yang
biasanya lunak, dan kelak kalau Umar sudah memimpin sendiri dia akan berubah
menjadi lebih lunak.
Merasa
tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan
Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di
rumahnya itu Abu Bakr menjenguk kepada orang-orang yang ada di Masjid, dan
berkata kepada mereka : "Setujukah kalian dengan orang yang dicalonkan
menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya dan tidak
saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar
bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab: "Kami patuh
dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata:
"Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk
mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka
dengan apa yang sudah lebih Kauketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu
pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang yang
terbaik di antara mereka, yang terkuat menghadapi mereka dan paling
berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar." Setelah orang banyak
mendengar doanya itu apa yang dilakukannya, mereka makin yakin.[2]
Abu Bakar
memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari
pesan itu didiktekan, tiba tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus
saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali dia bertanya kepada Utsman
supaya membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacanya, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menujuk Umar bin Khattab supaya
menjadi penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang
sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar menyatakan pula bahwa
tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat kalau
pesan itu tidak diselesaikan.
Sesuai
dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab di
kukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat dan terbuka di mesjid Nabawi.
Di dalam memilih Umar, Abu bakar berkata bahwa Umar adalah yang terbaik di
antara kaum muslimin. [3]
Meskipun
peristiwa di angkatnya Umar sebagai Kholifah itu merupakan fenomena baru,
tetapi haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk
musyawaroh, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang di
serahkan kepada persetujuan umat Islam. Untuk menjajagi pendapat umum, kholifah
Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa
orang sahabat, antara lain Abdurahhman ibn Auf dan Usman ibn Affan.
Pada
awalnya terdapat beberapa sahabat yang keberatan mengenai pengangkatan Umar
sebagai Kholifah ini, salah satunya Talhah dia segera menemui Abu Bakar untuk
menyampaikan kekecewaanya. Namun karena Umar menurut para sahabat paling tepat,
maka pengangkatan Umar mendapat persetujua dan baiat oleh semua masyarakat
Islam.[4]
3. Langkah-langkah Kebijakan
Umar bin Khattab
Usaha Umar bin Khattab
lebih luas di bandingkan dengan usaha Abu Bakar. karena meliputi usaha
meneruskan ekspansi dan penyiaran Islam ke Syiria dan Persia yang diteruskan ke
Mesir. dalam bidang kenegaraan, khalifah membentuk dewan-dewan pemerintah serta
mengatur tatatertib kehidupan masyarakat Islam.
Dengan demikian
pemerintahan Umar lebih maju diantara keempat zaman khulafaurrasyidin. diantara
usaha-usaha Umar gelombang ekspansi Islam ialah melalui peperangan yang sangat
sengit seperti:
a. Perang Cadesia (16 H=636 M)
Panglima perang pada waktu
itu adalah Saat bin Abi Waqosbeserta pasukannya sebanyak 8.500 orang untuk
menghadapi tentara persia sebanyak 30.000 yang dipimpin oleh panglima Rustum. Pasukan
Islam menang dan pada ahir pertempuran berhasil menangkap putri Kisra Yaz
Dajrid. Yang menjadi rahasia mengapa pasukan
Muslimin menang menghadapi pasukan Persia dalam Pertempuran Kadisiah. Pelajaran
yang dapat kita simpulkan dan yang terbaik, di antaranya yang dapat kita baca
dalam firman Allah ini: "Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu bangsa sebelum bangsa itu mengubah keadaan diri sendiri. " (Ar-Rad
ayat 11).
b. Penaklukan Persia
Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah
dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian
dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu tidak sedikit tantangan yang
dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan.
c. Ibu kota Madinah jatuh (18 H=636 M)
Madinah merupakan ibu kota Persia. Setelah
kota itu dikepung selama 2 bulan maka jatuhlah ketangan Islam. Raja Kisra Yaz
Dajrid III meninggalkan Istana dan melarikan diri ke Nahawan. Di Nahawan. Yaz
dajrid III berhasil mengumpulkan tentara sebanyak 150.000 orang, semua kekuatan
dipusatkan disana. Oleh karena itu Khalifah Umar mengirim bantuan pasukan
kepada Saad bin Abi Waqos.
d. Perang Nahawand (21 H=642 M)
Disinilah puncak pertempuran di Persia,
perang itu berakhir dengan kemenangan pasukan Islam. Karena dahsyatnya
pertempuran itu, dalam sejarah dikenal dengan sebutan Fathul Futuh, artinya
pembuka lembar kemenangan.
e. Persia jatuh ketangan Islam (31 H=652 M)
Setelah Nahawan dikuasai, mudahlah pasujkan
Islam menaklukkan daerah-daerah lain di Persia. Raja Yaz Dajrid III terus
melarikan diri ke timurmenuju perbatasan Persia. Tetapi malang bagi Kisra belum
sampai ketempat yang dituju dia mati terbunuh. Peristiwa ini terjadi pada masa
pemerintahan Khalifah Usman bin Affan(31 H=652 M).
Dengan tewasnya Raja Kisra berarti jatuhlah
negeri Persia ketangan kaum Muslimin. Dengan demikian terbuktilah ramalan
Rasulullah SAW, dengan kisahnya sebagai berikut: pernah terjadi (tahun 6H)
dimana seorang Raja Persia mengoyak-ngoyak surat dariku, sebaliknya kelak
negeri Persia akan dikoyak-koyak dan dikuasai kaum Muslimin.
4. Identifikasi Lembaga-lembaga Pemerintah
Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi
Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam
bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan
peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[5]
1. Susunan
kekuasaan
Susunan kekuasaan masa
khalifah Umar terdiri dari :
Kholifah (Amiril Mukminin), berkedudukan di ibu
kota Madinah yang mempunyai wewenang kekuasaan. Wali (Gubernur,), berkedudukan
di ibu kota Propensi yang mempunyi kekuasaan atas seluruh wilayah Propensi.
2. Tugas pokok pejabat
Tugas pokok pejabat, mulai dari kholifah,
wali beserta bawahannya bertanggung jawab atas maju mundurnya Agama islam dan
Negara. Disamping itu mereka juga sebagai imam shalat lima waktu di masjid.
3. Membentuk dewan-dewan Negara
Guna menertipkan jalannya administrasi
pemerintahan, Kholifah Umar membentuk dewan-dewan Negara. Dewan perbendaharaan
Negara, bertugas
mengatur dan menyimpan uang serta mengatur pemasukan dan pengeluaran uang
negara, termasuk juga mencetak mata uang Negara.
Dewan tentara, bertugas mengatur ketertiban tentara, termsuk
memberi gaji, seragam/atribut, mengusahakan senjata dan membentuk pasukan penjaga
tapal batas wilayah negara. Dewan pembentuk Undang-undang, bertugas membuat
Undang-undang dan peraturan yang mengatur toko-toko, pasar, mengawasi
timbangan, takaran, dan mengatur pos informasi dan komonikasi. Dewan
kehakiman, bertugas dan menjaga dan
menegakkan keadilan, agar tidak ada orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap
orang lain. Hakim yang termashur adalah Ali bin Abi Thalib.
5. Mencanangkan Almanak
Hijriah
Khalifah bin Umar bin
Khattab menetapkan perhitungan tahun baru, yaitu tahun hijriayah yang dimulai
dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Saat
itulah dimulainya tahun hijriayah yang pertama. Disamping
itu, Khalifah
Umar menetapkan lambang bulan sabit sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh bendera pasukan khusus Rasulullah SAW yang
menggambarkan bulan sabit.
Karya-karya besar Khalifah
Umar yang lain adalah mendirikan Baitul Mal, membangun dan merenovasi
masjid-masjid, seperti masjid haram (Mekah), masjid Nabwi ( Madinah ), Masjidil
Aqsa dan masjid Umar ( Yerussalem ), dan masjid Amru bin ash (Fusthtf-Mesir). Memperluas wilayah-wilayah islam seperti, Romawi (13 H=634 M) Damaskus
(14H=635 M), Baitul Makdis–Syiriah (18 H=639 M), Mesir 19 H=640 M), Babilon (20
H 641 M), Nahawan–Persia (21 H=642 M), dan Iskandariah (22 H=643 M).[6]
7. Khalifah Umar bin Khattab
Wafat
Umar bin Khattab adalah
profil seorang pemimpin yang suksek dan sahabat rasulullah yang sejati.
Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam
mengundang rasa dengki di hati orang yang memusuhinya, salah satunya adalah Abu
Lu’luah.;
Abu Lu’luah berhasil membunuh Khalifah Umar
ketika beliau siap-siap memulai shalat subuh. Abu Lu’luah merasa dendam kepada
Umar karena beliau dianggap sebagai penyebab lennyapnya kerajaan persia di muka
bumi. Abu Lu’luah adalah seorang dari bangasa persia.
Khalifah Umar pulang kerahmatullah pada
tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H/3 November 644 M dalam usia 63 tahun. Beliau
memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan (13-23 H=634-644 M). Atas
persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar
dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar. Demikianlah riwayat seorang
khalifah yang bijaksana itu dengan meninggalkan jasa-jasa besar yang wajib kita
lanjutkan.
8. Ibrah dari
kepemimpinan Umar bin Khotob
Bersamaan dengan keberhasilanya melakukan
ekspansi-ekspansi, kekuasaan Islam mengalami perkembangan pesat. Kita dapat
mengambil ibrah dari kepemimpinan Umar bin Khotob yaitu Kholifah Umar telah
berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani
tuntutan masyarakat yang terus berkembang.
Umar mendirikan dewan-dewan, membangun bitul
mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk mellindungi dareah
tapal batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim dan menyelenggarakan hisbah
(pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan takaran, menjaga tata tertib dan
kesusilaan).
Selain itu kholifah Umar juga meletakan
prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahanya dengan membangun jaringan
pemerintahan sipil yang paripurna.[7]
[1] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab.logos wacana ilmu,Ciputat,1997, cet 1 hal 52
[2] Heakal, Muhammad Husain, Umar bin Khattab, diterjemahkan oleh Ali Audah, Bogor , Pustaka
Litera Antar Nusa, 2002, hal :88-89
[3] W.montgomery watt,Pergolakan
pemikiran politik islam.Beunebi cipta, Jakarta, 1987,hal 43
[4] Ibid. hal 53
[7]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab.logos wacana ilmu,Ciputat,1997, cet 1 hal 57