Islam Diinjak-injak, Non Islam Dijunjung Tinggi
Kalau dicermati, dari struktur dan gaya bahasanya, kalimat di atas jelas bukan ucapan orang Islam, tapi ucapan yang keluar dari mulut orang non Islam, orang kafir atau orang munafik yang mempropagandakan anti Islam.
Kalau dibandingkan dengan pilihan kata ketika menulis tentang Yahudi dan Kristen di atas, jelas sekali betapa berat dan besarnya keberpihakan dan subjektivitas Syir’ah dalam menganakemaskan Yahudi dan Kristen, serta-merta menganaktirikan Islam.
Ketika melukiskan perilaku Yahudi, kalimat yang dipakai adalah:
"Yahudi Pejuang Damai," "Yahudi-yahudi berhati Mahatma Gandhi," "Yahudi dikenal sebagai agama yang menekankan perdamaian," dan sebagainya. Betapa agungnya pujian Syir’ah kepada Yahudi.
Tapi, ketika melukiskan Islam dan penganutnya,
kalimat yang dipakai adalah: "Harus kita akui, orang Islam itu suka plin-plan," "seberapa parah Islam tak berdaya melahirkan kedamaian di masyarakat," "Biasanya para pemeluk agama menghindari perilaku haram itu. Akan tetapi, fenomena ini di kalangan mahasiswa Muslim tak begitu. Sebagian dari mereka bahkan menganggap seks bebas itu sudah biasa," dan masih banyak lagi. Masya Allah! Betapa tengiknya caci-maki majalah Syir’ah yang ditujukan untuk agama Islam dan umat Islam.
Memang, begitulah keyakinan Syir’ah.
Rusak!!!!!
Orang masuk Islam dengan orang keluar Islam (murtad), sama-sama dikatakan mendapat petunjuk (hidayah) Ilahi. "Isyarat Langit Menjelang Pindah Agama. Mereka pindah agama bukan karena disogok mi instan. Baik yang "murtad" maupun yang muallaf sama-sama berangkat dari petunjuk Ilahi." (hlm. 18).
Padahal orang yang masuk Islam itu adalah orang yang mendapat petunjuk (hidayah) Allah. Sebaliknya, Al-Qur‘an surat An-Nisa 137 secara tegas dan jelas menyebutkan orang yang murtad tidak mendapat petunjuk (hidayah) Allah (lihat rubrik Tafsir "Kata Al-Qur‘an tentang Murtad").
Mempertegas sikapnya terhadap murtad,
Syir’ah berujar, "Kita tak akan panik, meskipun orang berpindah-pindah agama sehari tiga kali, seperti minum obat." Untuk mendukung sikapnya itu, Syir’ah menampilkan pengalaman rohani Piet Hasbullah Khaidir, mantan Ketua Umum PP IMM 2001-2003, yang kini menjadi anggota presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). Diberitakan bahwa dia pindah iman sebanyak tiga kali dari Budha, Katolik bahkan Atheis. Ketika Tabligh mewawancarai, Piet membantah. "Saya sangat dirugikan betul dengan pemberitaan itu. Karena wartawan Syir’ah tidak memahami konteks pembicaraan saya. Saya hanya menanggalkan "iman" sebentar untuk menyelami agama lain. Karena saya kuliah di jurusan akidah filsafat yang salah satu materinya adalah perbandingan agama," bantahnya.
Anehnya, sampai sekarang Piet tak menggunakan hak jawabnya dengan memberikan bantahan kepada Syir’ah tentang kemurtadan dirinya. Ketika Masyhud dan Abu Mumtaz dari Surabaya mewawancarai Mujtaba Hamdi, Pemimpin Redaksi Syir’ah, dengan tenang dia menjelaskan bahwa sampai sekarang kami belum pernah menerima komplain dari yang bersangkutan. "Kalau berita kami salah, kami tunggu sanggahan dan hak jawab Piet Haidar," tantangnya.
Para aktivis persyarikatan Muhammadiyah berharap agar informasi Syir’ah tentang kemurtadan mantan ketua IMM ini tidak benar. Sebab berita ini sungguh mencoreng muka kader persyarikatan. "Seharusnya Piet Haidir membantah pemberitaan Syir’ah, jika berita itu salah. Ini penting, demi nama baik kita semua," ujar seorang mubaligh Muhammadiyah dalam perbincangannya dengan Tabligh di Masjid At-Taqwa PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Terakhir, dalam rubrik Konsultasi Fiqh (Syir’ah No. 39, hlm. 84-85),
Abdul Moqset Ghazali, menjawab pertanyaan tentang hukum pindah agama (murtad). Seorang ibu bertanya perihal anaknya yang berencana akan pindah agama meninggalkan Islam. Menurut penjelasan penanya, anaknya yang sedang duduk di bangku kuliah itu sudah tidak betah dalam Islam karena termakan isu terorisme akhir-akhir ini. "Bagaimana pandangan fikih Islam menyangkut perpindahan agama ini?" tanya ibu Fatimah, pembaca Syir’ah.
Menjawab pertanyaan hukum murtad tersebut, Abdul Moqset Ghazali mengemukakan tiga ayat Al-Qur‘an, yaitu: surat Al-Kafirun 6 "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" (lakum dinukum waliyadin), surat Al-Kahfi 29 "Barangsiapa yang ingin beriman maka berimanlah, dan barangsiapa yang ingin kafir maka kafirlah" (faman sya’a falyu’min, faman sya’a falyakfur), dan Al-Baqarah 256 "Tidak ada paksaan di dalam urusan agama" (la ikraha fid-din).
Setelah mengutip ayat tersebut, Abdul Moqset menjelaskan, "Ayat-ayat di atas cukup jelas, bahwa manusia tidak dipaksa untuk memeluk suatu agama dan keluar dari agamanya. Tuhan memberi kebebasan penuh kepada manusia untuk beriman atau tidak beriman, beragama Islam atau tidak. Kalau Tuhan saja tidak memaksa seluruh hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya, maka lebih-lebih orang tua terhadap anaknya."
Kemudian Abdul Moqset menyimpulkan, "Namun, sekiranya dia telah berketetapan hati untuk pindah ke agama lain, maka tidak ada pilihan lain kecuali bahwa Ibu Fatimah mesti mengikhlaskan kepergiannya ke agama lain itu. Sesuai dengan perintah Al-Qur`an di atas, tidak boleh ada pemaksaan menyangkut perkara agama."
Betapa lancangnya orang yang mengaku Ustadz dari Madura ini.
Dengan gegabah disimpulkan bahwa surat Al-Kafirun 6, Al-Kahfi 29 dan Al-Baqarah 256 memerintahkan umat Islam untuk mengikhlaskan seseorang (anak, istri, suami, ayah, ibu, saudara, kerabat dan seterusnya) jika mau murtad meninggalkan Islam.
-------------
Kesesatan fatwa kiyai pengasuh Syir’ah ini dibongkar
lebih lanjut oleh Buya Risman, pengasuh Biro Konsultasi Agama MTDK PP Muhammadiyah. Menurutnya, ketiga ayat tersebut jika dibaca utuh, menjelaskan prinsip Islam bahwa pilihan agama yang benar itu adalah masuk agama Islam yang disertai dengan menjauhi kesesatan dan kekafiran. (baca rubrik Konsultasi Agama halaman 20-21).
Secara tidak langsung, anjuran Kiyai Syir’ah agar bersedia mengikhlashkan orang yang murtad ke agama lain, sama artinya dengan menyarankan agar mengikhlashkan orang menjadi orang kafir, sesat dan akhirnya masuk neraka. Padahal Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (At-Tahrim 6).
Kalau dibandingkan dengan pilihan kata ketika menulis tentang Yahudi dan Kristen di atas, jelas sekali betapa berat dan besarnya keberpihakan dan subjektivitas Syir’ah dalam menganakemaskan Yahudi dan Kristen, serta-merta menganaktirikan Islam.
Ketika melukiskan perilaku Yahudi, kalimat yang dipakai adalah:
"Yahudi Pejuang Damai," "Yahudi-yahudi berhati Mahatma Gandhi," "Yahudi dikenal sebagai agama yang menekankan perdamaian," dan sebagainya. Betapa agungnya pujian Syir’ah kepada Yahudi.
Tapi, ketika melukiskan Islam dan penganutnya,
kalimat yang dipakai adalah: "Harus kita akui, orang Islam itu suka plin-plan," "seberapa parah Islam tak berdaya melahirkan kedamaian di masyarakat," "Biasanya para pemeluk agama menghindari perilaku haram itu. Akan tetapi, fenomena ini di kalangan mahasiswa Muslim tak begitu. Sebagian dari mereka bahkan menganggap seks bebas itu sudah biasa," dan masih banyak lagi. Masya Allah! Betapa tengiknya caci-maki majalah Syir’ah yang ditujukan untuk agama Islam dan umat Islam.
Memang, begitulah keyakinan Syir’ah.
Rusak!!!!!
Orang masuk Islam dengan orang keluar Islam (murtad), sama-sama dikatakan mendapat petunjuk (hidayah) Ilahi. "Isyarat Langit Menjelang Pindah Agama. Mereka pindah agama bukan karena disogok mi instan. Baik yang "murtad" maupun yang muallaf sama-sama berangkat dari petunjuk Ilahi." (hlm. 18).
Padahal orang yang masuk Islam itu adalah orang yang mendapat petunjuk (hidayah) Allah. Sebaliknya, Al-Qur‘an surat An-Nisa 137 secara tegas dan jelas menyebutkan orang yang murtad tidak mendapat petunjuk (hidayah) Allah (lihat rubrik Tafsir "Kata Al-Qur‘an tentang Murtad").
Mempertegas sikapnya terhadap murtad,
Syir’ah berujar, "Kita tak akan panik, meskipun orang berpindah-pindah agama sehari tiga kali, seperti minum obat." Untuk mendukung sikapnya itu, Syir’ah menampilkan pengalaman rohani Piet Hasbullah Khaidir, mantan Ketua Umum PP IMM 2001-2003, yang kini menjadi anggota presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). Diberitakan bahwa dia pindah iman sebanyak tiga kali dari Budha, Katolik bahkan Atheis. Ketika Tabligh mewawancarai, Piet membantah. "Saya sangat dirugikan betul dengan pemberitaan itu. Karena wartawan Syir’ah tidak memahami konteks pembicaraan saya. Saya hanya menanggalkan "iman" sebentar untuk menyelami agama lain. Karena saya kuliah di jurusan akidah filsafat yang salah satu materinya adalah perbandingan agama," bantahnya.
Anehnya, sampai sekarang Piet tak menggunakan hak jawabnya dengan memberikan bantahan kepada Syir’ah tentang kemurtadan dirinya. Ketika Masyhud dan Abu Mumtaz dari Surabaya mewawancarai Mujtaba Hamdi, Pemimpin Redaksi Syir’ah, dengan tenang dia menjelaskan bahwa sampai sekarang kami belum pernah menerima komplain dari yang bersangkutan. "Kalau berita kami salah, kami tunggu sanggahan dan hak jawab Piet Haidar," tantangnya.
Para aktivis persyarikatan Muhammadiyah berharap agar informasi Syir’ah tentang kemurtadan mantan ketua IMM ini tidak benar. Sebab berita ini sungguh mencoreng muka kader persyarikatan. "Seharusnya Piet Haidir membantah pemberitaan Syir’ah, jika berita itu salah. Ini penting, demi nama baik kita semua," ujar seorang mubaligh Muhammadiyah dalam perbincangannya dengan Tabligh di Masjid At-Taqwa PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Terakhir, dalam rubrik Konsultasi Fiqh (Syir’ah No. 39, hlm. 84-85),
Abdul Moqset Ghazali, menjawab pertanyaan tentang hukum pindah agama (murtad). Seorang ibu bertanya perihal anaknya yang berencana akan pindah agama meninggalkan Islam. Menurut penjelasan penanya, anaknya yang sedang duduk di bangku kuliah itu sudah tidak betah dalam Islam karena termakan isu terorisme akhir-akhir ini. "Bagaimana pandangan fikih Islam menyangkut perpindahan agama ini?" tanya ibu Fatimah, pembaca Syir’ah.
Menjawab pertanyaan hukum murtad tersebut, Abdul Moqset Ghazali mengemukakan tiga ayat Al-Qur‘an, yaitu: surat Al-Kafirun 6 "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" (lakum dinukum waliyadin), surat Al-Kahfi 29 "Barangsiapa yang ingin beriman maka berimanlah, dan barangsiapa yang ingin kafir maka kafirlah" (faman sya’a falyu’min, faman sya’a falyakfur), dan Al-Baqarah 256 "Tidak ada paksaan di dalam urusan agama" (la ikraha fid-din).
Setelah mengutip ayat tersebut, Abdul Moqset menjelaskan, "Ayat-ayat di atas cukup jelas, bahwa manusia tidak dipaksa untuk memeluk suatu agama dan keluar dari agamanya. Tuhan memberi kebebasan penuh kepada manusia untuk beriman atau tidak beriman, beragama Islam atau tidak. Kalau Tuhan saja tidak memaksa seluruh hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya, maka lebih-lebih orang tua terhadap anaknya."
Kemudian Abdul Moqset menyimpulkan, "Namun, sekiranya dia telah berketetapan hati untuk pindah ke agama lain, maka tidak ada pilihan lain kecuali bahwa Ibu Fatimah mesti mengikhlaskan kepergiannya ke agama lain itu. Sesuai dengan perintah Al-Qur`an di atas, tidak boleh ada pemaksaan menyangkut perkara agama."
Betapa lancangnya orang yang mengaku Ustadz dari Madura ini.
Dengan gegabah disimpulkan bahwa surat Al-Kafirun 6, Al-Kahfi 29 dan Al-Baqarah 256 memerintahkan umat Islam untuk mengikhlaskan seseorang (anak, istri, suami, ayah, ibu, saudara, kerabat dan seterusnya) jika mau murtad meninggalkan Islam.
-------------
Kesesatan fatwa kiyai pengasuh Syir’ah ini dibongkar
lebih lanjut oleh Buya Risman, pengasuh Biro Konsultasi Agama MTDK PP Muhammadiyah. Menurutnya, ketiga ayat tersebut jika dibaca utuh, menjelaskan prinsip Islam bahwa pilihan agama yang benar itu adalah masuk agama Islam yang disertai dengan menjauhi kesesatan dan kekafiran. (baca rubrik Konsultasi Agama halaman 20-21).
Secara tidak langsung, anjuran Kiyai Syir’ah agar bersedia mengikhlashkan orang yang murtad ke agama lain, sama artinya dengan menyarankan agar mengikhlashkan orang menjadi orang kafir, sesat dan akhirnya masuk neraka. Padahal Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (At-Tahrim 6).