MAKALAH HADITS PADA MASA SAHABAT DAN TABI’IN
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber pokok penetapan hukum dalam Islam. Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan
Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadits atau
disebut juga dengan Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan
kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir-nya. Sebagai
sumber ajaran Islam setelah al-Qur'an, sejarah perjalanan hadits tidak
terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.
Pada zaman sahabat, hadis-hadis Nabi disampaikan dari mulut ke mulut.
Pada masa itu mereka belum terdorong membukukannya dan kekuatan hafalan sahabat
dan tabi’in pun telah diakui sejarah. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan
dibahas tentang hadis pada masa sahabat dan tabi’in.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
di atas maka pemakalah dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
yang dimaksud dengan sahabat dan tabi’in?
2.
Bagaimana
cara mengetahui atau menetapkan sahabat?
3.
Bagaimana
keadilan sahabat (‘adalat al-shahabah)?
4.
Siapa
sajakah sahabat yag banyak meriwayatkan hadis?
5.
Berapa
jumlah hadis shahih yang beredar pada masa Nabi saw?
II.
PEMBAHASAN
Menurut bahasa,
sahabat (jama’ dari shahib) berarti
yang menyertai atau yang menemani[1]. Sedangkan
menurut istilah, ulama’ berbeda pendapat.
1.
Jumhur
ulama’ berpendapat bahwa sahabat ialah :
Ł
Ł ŁŁŁ Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ Ųµ Ł
Ł
ŁŲ§ ŁŲ© Ų¹Ų±ŁŁŲ© ŁŁ ŲŁ Ų§ŁŲŁŲ§Ų© ŲŁ ŁŁŁŁ Ł
Ų³ŁŁ
Ų§ ŁŁ
Ų¤Ł
ŁŲ§ ŲØŁ
“Orang yang bertemu
Rasulullah saw dengan pertemuan yang wajar sewaktu Rasulullah saw masih hidup,
dalam keadaan Islam dan beriman.”[2]
2.
Ibnu
Hajar dalam kitab Al Ishabah jilid 1
: 4-5 menerangkan bahwa sahabat ialah orang Islam yang bertemu dengan Nabi saw
dan mati dalam memeluk Islam[3].
3.
Al
Jahidl berpendapat bahwa sahabat ialah orang Islam yang berjumpa dengan Nabi,
lama persahabatannya dengan Nabi dan meriwayatkan hadis dari beliau.
Adapun pengertian
sahabat secara umum yang telah didefinisikan oleh para ulama’, yaitu :
Ų§ŁŲµŲŲ§ŲØŁ Ł
Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
Ł
Ų¤Ł
ŁŲ§ ŲØŁ ŁŁ
Ų§ŲŖ Ų¹ŁŁ
Ų§ŁŲ§ Ų³ŁŲ§ļ»” “Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi,
beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam”[4].
Sedangkan tabi’in
menurut bahasa adalah jama’ dari kata tabi’ yang artinya pengikut. Menurut
istilah, tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat, iman kepada
Nabi saw dan meninggal dalam keadaan Islam[5].
Menurut Ibnu
Katsir, yang dinamakan tabi’in tidak cukup hanya pernah melihat sahabat,
sebagaimana yang dinamakan sahabat cukup pernah melihat Nabi saw saja. Yang
membedakan adalah keagungan dan kebesaran dari melihat Nabi saw. Namun menurut
kebanyakan ahli hadis, yang dinamakan tabi’in ialah orang yang pernah bertemu
sahabat dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan beriman
meskipun tidak pernah bersahabat dengan sahabat dan tidak pula pernah meriwayatkan
hadis dari sahabat[6].
Cara untuk
mengetahui bahwa seseorang itu adalah sahabat, ialah dengan kriteria sebagai
berikut :
1.
Adanya
khabar Mutawatir yang menyatakan bahwa orang itu adalah sahabat. Contoh :
Khulafa’ur Rasyidin
2.
Adanya
khabar yang masyhur tetapi belum pada tingkat mutawatir yang menyatakan bahwa
orang itu adalah sahabat. Contoh : Dlammah ibn Tsa’labah dan Ukasyah ibn Nisham
3.
Diberitakan
atau diakui oleh sahabat yang terkenal kesahabatannya. Contoh :Hamamah ibn Abi
Hamamah Ad-Dausi yang diakui kesahabatannya oleh Abu Musa Al-Asy’ari
4.
Adanya
keterangan dari Tabi’iy yang tsiqah (kepercayaan) bahwa orang itu Sahabat
5.
Pengakuan
sendiri dari orang yang adil (Islam, baligh, berakal, tidak mengerjakan
dosa-dosa kecil apalagi dosa besar yang dapat menodai agama dan sopan santun,
serta sejahtera dari sesuatu yang dapat mengurangkan kesempurnaan dirinya)
bahwa dirinya adalah seorang sahabat. Pengakuan dinyatakan sebelum seratus
tahun kewafatan Rasulullah. Apabila pengakuan tersebut dilakukan setelah
seratus tahun kewafatan Nabi saw, maka pengakuannya itu tidak diterima[7].
Jumhur ulama
berpendapat bahwa semua sahabat dipandang adil, baik turut dalam pertentangan
antara sahabat dengan sahabat, ataupun tidak.[8]
Segolongan ulama berpendapat bahwa seorang Shahaby itu, tidak secara
otomatis dipandang adil. Keadaannya harus diteliti. Diantara mereka ada yang
tidak adil. Menurut pendapat segolongan ulama harus kita teliti keadaan mereka
setelah timbul kekacauan-kekacauan antara sesama mereka.
Sebagian ulama
berpendapat bahwa semua sahabat dipandang adil dalam arti kita terima riwayat
mereka, tanpa membahas tentang keadilan mereka. Dan bukan maknanya bahwa mereka
terpelihara dari maksiat.[9]
Ibnu Atsir dalam kitab Al- I’tiab berkata,
“walaupun para sahabat, tidak perlu kita bahas keadaan mereka karena telah
disepakati oleh Ahl al Haaq yaitu Ahl as-Sunnah wa al Jama’ah bahwa
mereka itu adil, namun wajib kita mengetahui nama-nama mereka dan membahas
perjalanan hidup mereka, serta keadaan mereka untuk kita teladani, karena
merekalah orang yang paling mengetahui tentang suluk Nabi SAW dan
keadaan kehidupan beliau.”
Adapun dalil yang
mendukung tentang keadilan sahabat ini, diantaranya :
y7Ć9Āŗxx.ur ƶNƤ3»oYĆ¹=yĆØy_ Zp¨BĆ©& $VĆyur (#qƧRqĆ 6tGĆj9 uƤ!#ypkĆ n?tĆ£ ƨ$¨Y9$# bqƤ3tur Ć£AqƧ9$# ƶNƤ3Ćøn=tƦ #YĆgx© 3
“Dan demikianlah
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. Al-
Baqarah:143)[10]
Sahabat yang
populer meriwayatkan hadis Rasulullah saw ada tujuh orang. Mereka adalah
orang-orang yang memiliki kontribusi sangat besar dalam periwayatan hadis Nabi
saw. Sahabat – sahabat tersebut adalah
1.
Abu
Hurairah
Abu Hurairah ketika
masih dalam masa Jahiliyyah bernama Abdu Al-Syam bin Shahr. Setelah memeluk
Islam, namanya diganti oleh Rasulullah dengan Abdu Al-Rahman.
Ia meriwayatkan
sekitar 5374 buah hadis. Yang disepakati oleh Bukhari Muslim sebanyak 325
hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri ada 93 hadis dan oleh Imam
Muslim sendiri ada 189 hadis.
2.
Abdullah
ibn Umar ibn Khattab
Abdullah ibn Umar
ibn Khattab meriwayatkan sekitar 2630 buah hadis. Yang disepakati oleh Bukhari
Muslim sebanyak 170 hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri ada 80
hadis dan oleh Imam Muslim sendiri ada 31 hadis.
3.
Anas
ibn Malik
Meriwayatkan sekitar 2286 buah hadis. Yang disepakati
oleh Bukhari Muslim sebanyak 168 hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri ada 8 hadis dan oleh Imam Muslim sendiri ada 70 hadis
4.
Aisyah
binti Abu Bakar
Meriwayatkan sekitar 2210 buah hadis. Yang disepakati
oleh Bukhari Muslim sebanyak 174 hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri ada 64 hadis dan oleh Imam Muslim sendiri ada 68 hadis
5.
Abdullah
ibn Abbas ibn Abdil Muthalib
Meriwayatkan sekitar 1660 buah hadis. Yang disepakati
oleh Bukhari Muslim sebanyak 95 hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri ada 28 hadis dan oleh Imam Muslim sendiri ada 49 hadis
6.
Jabir
ibn Abdillah Al-Anshary
Meriwayatkan sekitar 1540 buah hadis. Yang disepakati
oleh Bukhari Muslim sebanyak 60 hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri ada 16 hadis dan oleh Imam Muslim sendiri ada 126 hadis
7.
Abu
Sa’id Al-Khudry
Meriwayatkan
sekitar 1770 buah hadis. Yang disepakati oleh Bukhari Muslim sebanyak 46 hadis,
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri ada 16 hadis dan oleh Imam Muslim
sendiri ada 52 hadis.[11]
Hadis shahih merupakan hadis yang bersambung sanadnya dan
diriwayatkan oleh orang-orang yang adil serta didalamnya tidak terdapat
kejanggalan atau cacat. Pada masa Nabi sebagian besar hadis hanya mengandalkan
hafalan yang kuat dari para sahabat. Hafalan- hafalan para sahabat terhadap
hadis memang sangat terpelihara. Sebab, selain kekuatan hafalan yang mereka
miliki sangat istimewa juga waktu yang digunakan untuk mempelajari dan mengkaji
hadis sangat teratur. Adapun masing- masing sahabat tidaklah sama. Pada zaman
Rasul, ternyata tidak sedikit diantara sahabat yang berusaha mencatat
hadis-hadis rasul.
Karena juga ditulis di masa Nabi saw, meskipun oleh para
sahabat, maka hadis yang beredar pada masa Nabi saw sudah tidak bisa dibilang
sedikit. Menurut Prof. Quraisy Shihab yang mengutip pendapat Syekh Abdul Halim
Mahmud jumlah hadis yang shahih itu sekitar 50.000, delapan kali lipat jumlah ayat Al-Qur,an.[12]
DAPATKAN FILENYA
[4] Badri
Khaeruman, Otentitas Hadis (Studi Kritis
atas Kajian Hadis Kontemporer), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), Hlm. 84
[8] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang,Pustaka Rizki Putra, 2002), Hlm. 209
[11]
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu
Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 35
[12] M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di EraTeknologi Informasi, (Semarang:
Rasail Media Group, 2010), Hlm. 55