Dasar Hukum Haji dan Umroh
Haji hanya wajib sekali seumur
hidup, dan pengulangan pelaksaanya untuk yang kesekian kalinya merupakan sunnah
(tathawwu). Ketika Rasulullah ditanya tentang kewajiban haji apakah ia berlaku
setiap tahun, beliau hanya diam dan tidak menjawabnya hingga si penanya
mengulanginya sebanyak tiga kali. Barulah kemudian beliau bersabda :“andai aku jawab ya, maka ia menjadi wajib,
sementara kalian tentu tidak akan mampu.”.
Kewajiban haji dengan demikian hanya
berlaku sekali seumur hidup demi mencegah kesulitan, sebab Baitullah jauh dan perjalanan
kesana harus ditempuh dengan perjuangan yang cukup berat.
Artinya: “Padanya terdapat
tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Dalam dalil tersebut disebutkan dengan jelas bahwa ibadah haji merupakan kewajiban.
Dalil dari Al
qur’an berikutnya adalah
“Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena
Allah” (QS. Al Baqarah (2): 196)
Adapun
yang dimaksud menyempunakan
haji dan umroh karena Allah adalah menjalankan kedua-duanya.
Kalangan ahli fikih berbeda pendapat mengenai
hukum umroh ini, berikut ini adalah penjelasan dari dua pendapat yang berbeda:
1. Sunnah muakkadah. Ini adalah
pendapat Ibnu Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i menurut salah
satu versi pendapat, Imam Ahmad menurut salah satu versi pendapat, Abu Tsaur
dan kalangan mazhab Zaidiyyah. Untuk mendukung pendapatnya, mereka berargumen
dengan sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umroh, apakah ia wajib atau tidak?
Beliau menjawab, “Tidak, namun jika kalian umroh, maka itu lebih baik. Juga
berdasarkan sabda Nabi SAW:
الحَجُّ جِهَادٌ وَالْععُمْرَةُ تَطَوُّع
“Haji adalah jihad, sedangkam umroh hanya tathawwu” .
2. Wajib, pendapat ini dianut oleh
imam syafi’i menurut versi yang paling shohih diantara dua pendapatnya, imam
Ahmad menurut versi lain, ibnu Hazm, sebagian ulama’ madzhab Maliki, kalangan
madzhab imamiyyah dalam versi yang otoritatif, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri.
Mereka berargumen berdasarkan firman Allah:
“Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena
Allah” (QS. Al Baqarah (2): 196)