Susunan dan Isi Putusan MK
MK dibuat berdasarkan UUD 1945
sesuai dengan alat bukti yang diperiksa di persidangan dan keyakinan hakim. Putusan harus
didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 alat bukti. Putusan yang telah dicapai dalam RPH
dapat diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan hari itu juga, atau dapat
ditunda pada hari lain. Jadwal sidang pengucapan putusan harus diberitahukan
kepada para pihak. Putusan
ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, serta oleh
panitera.
MK memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap putusan MK harus memuat:
a.
kepala
putusan berbunyi: “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b.
Identitas
pihak, dalam hal ini terutama adalah identitas pemohon dan termohon (jika dalam
perkara dimaksud terdapat pihak termohon), baik prinsipal maupun kuasa hukum;
c.
Ringkasan
permohonan;
d.
Pertimbangan
terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;
e.
Pertimbangan
hukum yang menjadi dasar putusan;
f.
Amar
putusan; dan
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim
konstitusi, dan panitera.
Bagian “ringkasan permohonan” dan
“pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan” dalam praktik
putusan MK dimuat pada bagian “Duduk Perkara”. Pada bagian ini memuat ringkasan
seluruh proses persidangan yang terjadi, mulai dari ringkasan permohonan, alat
bukti yang diajukan, keterangan pihak terkait, keterangan saksi pemohon,
keterangan ahli pemohon, keterangan saksi termohon/pihak terkait, keterangan
ahli termohon/pihak terkait, serta keterangan ahli dari MK (jika ada).
Pada bagian pertimbangan hukum
terdiri dari dua bagian, yaitu tentang kewenangan Mahkamah dan legal
standing pemohon, serta tentang pokok perkara. Pada bagian pertama, MK akan
mempertimbangkan apakah permohonan merupakan kewenangan MK untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus. Jika merupakan kewenangan MK, pertanyaan selanjutnya
yang dipertimbangkan adalah apakah pemohon memiliki legal standing mengajukan
permohonan dimaksud.
Pada bagian pertimbangan hukum atas
pokok perkara, ditentukan isu hukum yang harus dipertimbangan dan dijawab yang
menentukan amar putusan. Berbagai isu hukum tersebut diberikan pertimbangan satu-persatu, bahkan terhadap keterangan saksi dan ahli juga
dijawab oleh majelis hakim, baik menyetujui maupun menolak keterangan itu. Di
akhir pertimbangan, dicantumkan kesimpulan (konklusi) dan dilanjutkan dengan
amar putusan.[1]
[1]
Janedjri M. Gaffar, Hukum
Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MKRI, 2010),hlm.55