Skip to main content

Posts

Susunan dan Isi Putusan MK

Susunan dan Isi Putusan MK   MK dibuat berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan alat bukti yang diperiksa di persidangan dan keyakinan hakim. Putusan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 alat bukti . Putusan yang telah dicapai dalam RPH dapat diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan hari itu juga, atau dapat ditunda pada hari lain. Jadwal sidang pengucapan putusan harus diberitahukan kepada para pihak. Putusan ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, serta oleh panitera. MK memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap putusan MK harus memuat: a.        kepala putusan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”; b.       Identitas pihak, dalam hal ini terutama adalah identitas pemohon dan termohon (jika dalam perkara dimaksud terdapat pihak termohon), baik prinsipal maupun kuasa hukum; c.        Ringkasan permohonan; d.       Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;

Rapat Permusyawaratan Hakim

Rapat Permusyawaratan Hakim Di dalam UU No. 24 Tahun 2003 hanya terdapat satu ketentuan yang terkait dengan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 menyatakan bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Tidak terdapat penjelasan yang dimaksud dengan RPH tersebut. Ketentuan tentang RPH juga tidak diatur dalam PMK. RPH merupakan salah satu jenis dari sidang pleno, yang sifatnya tertutup. RPH yang membahas perkara bersifat rahasia yang hanya diikuti oleh para hakim konstitusi, panitera, dan panitera pengganti. [1] Di dalam RPH ini dibahas perkembangan suatu perkara, putusan, serta ketetapan yang terkait dengan suatu perkara. Khusus untuk RPH pengambilan putusan perkara, diatur dalam Pasal 45 ayat (4) sampai dengan ayat (10) UU No. 24 Tahun 2003 dan akan dibahas pada bagian putusan dalam bab ini. Pengambilan keputusan tersebut harus memenuhi f orum sekurang-kurangnya 7 orang Hakim diantara 9 Hakim Konstit

Akibat Hukum Putusan MK

Akibat Hukum Putusan MK Sebagaimana putusan peradilan pada umumnya putusan peradilan konstitusi di MK juga mempunyai akibat hukum. Untuk putusan pengujian undang-undang bentuk putusannya adalah declarator constitutief. Artinya putusan MK dapat menciptakan suatu keadaan hukum baru atau meniadakan suatu kedaan hukum. Posisi yang demikian menempatkan MK sebagai negative legislator. Putusan MK mempunyai tiga kekuatan yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. 1.       Kekuatan Mengikat Sebuah putusan pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Para pihak yang telah menyerahkan perkaranya pada pengadilan berarti menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa atau diadili. Konsekuensi yang timbul adalah pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan hakim. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak.

Akibat Hukum Putusan Impeachment

Akibat HukumPutusan Impeachment   Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan tersebut dirumuskan secara berbeda dibanding dengan wewenang yang dirumuskan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Ketentuan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 tersebut terkait dengan ketentuan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Dengan demikian maksud dari frasa “dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar” adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Adanya ketentuan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dalam UUD 1945 pasca perubahan tersebut memunculkan hukum pidana. Menurut Borgna Brunner, pemberhentian pejabat publik di Amerika Serikat melalui dua tahapan, yaitu: (1) pendakw